Bitcoin Berjangka Bakkt Gagal Dongkrak Harga Bitcoin

23 September 2019, tepat pukul 07.00 WIB, Bakkt, anak perusahaan dari ICE (Intercontinental Exchange), yang merupakan induk perusahaan dari Bursa Efek New York, membuka perdagangan Bitcoin Berjangka. Tak seperti yang diramalkan oleh sejumlah pihak, bahwa perdagangan yang diselesaikan (final settlement) dengan Bitcoin sungguhan itu akan mendorong harga Bitcoin naik lebih tinggi, nyatanya pasar Bitcoin secara global malah turun signifikan.

Pada pagi itu, harga Bitcoin di spot market diperdagangkan di kisaran US$10.000, masih tertekan dari harga sebelumnya yang mencapai US$10.200. Tak ada lonjakan berarti setelah pagi itu. Malah hari ini Bitcoin terpantau lemas US$9.700.

Untuk Bakkt Bitcoin (USD) Monthly Futures Contract, di platform ICE sendiri, per 24 September 2019 pukul 11:34 WIB, baru sekitar 73 Bitcoin yang diperdagangkan. Sedangkan pada 23 September 2019 di jam yang sama, baru 18 Bitcoin. Harga Bitcoin rata-rata berada di kisaran US$10.115-9.787 per BTC.

Asumsi umumnya seperti ini. Pertama, Bitcoin Berjangka produk Bakkt, yang diperdagangkan di platform ICE itu menyasar investor berkantong tebal dan dilakukan berdasarkan aturan-aturan tertentu. Produk itu pula yang pertama mendapatkan izin dari regulator Amerika Serikat, resmi, sahih dan dapat dipercaya, karena dikelola oleh perusahaan besar yang berpengalaman.

Kedua, karena menyasar investor kakap, melalui broker tentu saja, dan menggunakan Bitcoin sungguhan, bukan imbal hasil dolar, maka dianggap mampu memicu harga Bitcoin di pasar biasa, yakni spot market.

Nyatanya sentimen pasar sangat terbalik, sungguh sangat tidak positif, tak ada pembelian dalam jumlah besar-besaran. Harga Bitcoin malah terperosok kian dalam.

Bagi kami, langkah Bakkt, kendati mendapatkan restu dari regulator AS, belum mampu memicu keinginan pasar untuk berdagang di sana. Ini sama halnya terjadi pada produk Bitcoin berjangka non Bitcoin sungguhan di CME dan CBOE. Pada Desember 2018 produk itu diluncurkan, justru Bitcoin hancur lebur, jatuh dari US$20.000 menjadi US$3.100 pada Desember 2018. Namun, pada Mei-Juni, ada peningkatan perdagangan di CME, tapi tidak dengan CBOE, yang terpaksa menutup perdagangan Bitcoin Berjangkanya, karena kalah jauh dari CME.

Menurut investor aset kripto Ari Paul bahwa, Bitcoin Berjangka fisik cenderung memperlambat adopsi, setidaknya pada awalnya.

“Mungkin perlu peningkatan yang lebih bertahap karena adanya penyelesaian akhir dengan Bitcoin sesungguhnya, sama halnya dengan produk kontrak berjangka CME berimbal hasil dolar AS,” kata Paul kepada Fortune.

Sementara itu CEO ICE, Jeffrey Sprecher mengatakan kepada Fortune, belum sangat pasti apakah para broker akan sangat meminati produk ini. Tapi, yang pasti ada rasa ingin tahu ketegangan menjelang peluncuran.

“Belum ada permintaan yang kuat. Tapi, rasa ingin tahu. Ini akan memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum investor menilai mutu produk ini,” katanya.

Soal ketidaknyamanan investor memperdagangkan Bitcoin, khususnya di pasar spot, pernah dipaparkan dalam satu survei oleh Bitwise. Disebutkan, bahwa sekitar 95 persen perdagangan di bursa kripto telah dimanipulasi untuk meningkatkan volume atau harga dan bukan untuk transaksi yang sah antara pengguna yang ingin membeli atau menjual Bitcoin.

Di antara praktik penipuan itu adalah “spoofing,” di mana pedagang tidak berniat membeli, tetapi memasukkan perintah palsu untuk memanipulasi harga.

Dan Morehead CEO & Co-Chief Investment Officer di Pantera Capital, yang merupakan salah satu investor Bakkt mengatakan melalui siaran pers kemarin, bahwa langkah Bakkt adalah yang paling ditunggu oleh investor institusi, karena menilai perdagangan di spot market cenderung ada banyak manipulasi. Para investor institusi relatif percaya kepada perusahaan yang berpengalaman.

Sejatinya, pelaku pasar masih menanti, karena situasi ini serba tak pasti. Logikanya, pemain besar adalah penentu penting di kelas aset baru seperti ini. Kita lihat saja. [*]

Be the first to write a comment.

Your feedback