Cara Kerja Blockchain Bitcoin
Sebelumnya kita telah membahas konsep dasar Bitcoin, yakni sebagai sistem uang elektronik peer-to-peer. Sebagai sebuah sistem, maka ia mempunyai dua elemen, yakni cara mentransfer (menerima dan mengirimkan) uang dan penerbitan uang, yang juga disebut dengan “bitcoin”. Kali ini kita masuk lebih dalam lagi untuk mengenal teknologi blockchain, yang merupakan asas atau dasar dari sistem uang elektronik itu.
Patut dicatat di awal, bahwa istilah blockchain tidak ada tertulis di whitepaper Bitcoin yang dibuat oleh Satoshi Nakamoto. Istilah “block chain” (menggunakan spasi) juga tidak ada tertera di dalamnya. Namun, istilah “block” dan “chain” digunakan secara terpisah, dan dapat dimaknai serupa dengan istilah “blockchain” yang kalau diterjemahkan secara harfiah berarti “rantai blok”.
Istilah “block-chain” pernah disebutkan oleh oleh Hal Finney, seorang pakar komputer dan kriptografi, ketika ia berbincang dengan Satoshi Nakamoto di forum kriptografer Meltzdown pada 2008 silam.
Agaknya dari istilah “block-chain” oleh Hal Finney itulah istilah “blockchain” kemudian lazim didengar dan digunakan saat ini untuk menyebut teknologi umum sistem uang elektronik ataupun sistem basis data (database) digital peer-to-peer. Ethereum, misalnya disebutkan sebagai teknologi blockchain, karena menganut asas utama dari blockchain Bitcoin, yakni peer-to-peer, di mana data didistribusikan ke semua simpul di dalam jaringan blockchain dan tidak ada entitas terpusat yang mengendalikannya.
Untuk memahami lebih tepat soal blockchain ada banyak pendekatan. Pertama, dengan memaknai terjemahan harfiah terhadapnya, yakni “Rantai Blok”. “Block” yang berarti “blok” dan “chain” adalah “rantai”. Block dalam sistem ini adalah entitas imajiner sebagai wadah/tempat transaksi Bitcoin berada (debit dan kredit/bitcoin yang masuk atau keluar dari wallet digital bitcoin). Setiap block memiliki ukuran maksimal 1 MB dan periode munculnya adalah setiap 10 menit. Setiap blok yang muncul ini tertaut/terantai dengan block sebelumnya.
Cara block ditautkan adalah dengan menyimpan semacam identitas unik/sidik jari, yang disebut hash, setiap block di block berikutnya. Misalnya ada block ke-40. Block ini menyimpan identitas unik dari block sebelumnya, yakni block ke-39. Sedangkan block ke-39 menyimpan identitas unik dari block ke-38. Demikian seterusnya.
Proses ini terjadi secara otomatis dan semua data didistribusikan ke semua node/simpul jaringan blockchain Bitcoin. Ingat, yang disebut node dalam hal ini adalah sejumlah komputer yang menyimpan data-data dan terhubung ke jaringan blockchain dengan menggunakan software Bitcoin Core. Setiap komputer, yakni node tadi, menyimpan data yang serupa sama seperti node yang lain. Tak ada beda alias merupakan duplikat yang kembar.
Jadi, andaikata satu komputer/node padam atau mengalami gangguan, maka akan digantikan perannya secara otomatis oleh komputer/node yang lainnya yang aktif, untuk menyediakan data blok transaksi yang diperlukan.
Setiap block ini muncul berkat proses verifikasi dan validasi oleh pihak yang disebut miner. Mereka Tugas penambang ini untuk memvalidasi dan memverifikasi transaksi bitcoin di dalamnya. Perannya mirip seperti bank. Dalam sistem perbankan, ketika Anda mentransfer uang rupiah menggunakan aplikasi mobile, maka banklah yang berperan memvalidasi: apakah Anda punya rupiah yang cukup untuk ditransfer dan apakah nomor rekening tujuan memang ada. Jikalau valid, maka transaksi dilakukan, lantas diverifikasi kebenarannya. Tugas seperti ini pun bertujuan untuk mengamankan jaringan Bitcoin agar terbebas dari peretasan.
Disebut sebagai miner, karena sistemnya mirip menambang emas sungguhan dari dalam perut bumi. Dalam hal menambang bitcoin, para penambang menggunakan perangkat keras komputer berspesifikasi tinggi. Biasanya yang digunakan adalah kartu grafis atau paduan beberapa kartu grafis dalam satu unit hardware yang disebut dengan ASIC (Application-Specific Integrated Circuit).
Semakin tinggi spesifikasi dan semakin banyak jumlah unit hardwarenya, maka semakin besar peluang miner mendapatkan bitcoin yang banyak, sekaligus semakin besar modal yang dikeluarkan untuk membeli hardware tersebut. Catatan penting di sini, semakin tinggi spesifikasi hardware, maka semakin mahal harganya dan juga punya konsumsi listrik yang besar pula.
Nah, masalahnya jumlah miner semakin banyak jumlahnya. Artinya setiap miner bersaing satu sama lain untuk mendapatkan bitcoin yang baru. [*]