1 Juta Kasus Covid-19, Stimulus Dolar AS dan Kenaikan Harga Bitcoin

Saat ini lebih dari 1 juta manusia di planet Bumi terinfeksi virus Corona (COVID-19). Dengan asumsi populasi planet ini adalah 7,8 miliar jiwa, maka persentasenya sekitar 0,0129 persen. Dan angka itu dipastikan akan bertambah, seiring belum ditemukan vaksin dan obat yang cocok.

Lihat lagi di Hubei, Tiongkok ada yang terjangkit kembali, tanpa menunjukkan gejala umumnya penderita COVID-19 seperti yang lalu. Tak heran WHO langsung mengumumkan bahwa semua manusia di Bumi agar menggunakan masker. Ini tak terjadi sebelumnya, bahwa hanya orang sakit yang boleh menggunakannya.

Sekarang kita memang menghadapi situasi yang sangat mengerikan, sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan terjadi lagi setelah flu spanyol pada tahun 1918-1920 silam, yang menelan korban jiwa hingga 50 juta di seluruh dunia.

Parahnya pandemi saat ini mampu secara cepat meluluhlantakkan ekonomi kita. Lihat nilai tukar rupiah terhadap dolar, terancam menjadi Rp20 ribu per dolar. Dolar pun demikian di dalam negerinya terancam meningkat inflasinya, karena Bank Sentral menggelontorkan sekian triliun uang dolar baru ke dalam pasar. Dalam logika ekonomi modern itu sangat penting mereka lakukan demi menyelematkan ekonomi yang mengerikan ini.

Dan seperti Anda tebak, pastilah penggangguran akan bertambah, karena perusahaan tak sanggup lagi menggaji mereka. Kian sedikit orang membeli barang-barang mewah. Di saat yang sama harga barang-barang kebutuhan pokok yang mungkin akan naik.

Krisis saat ini sangat berbeda dengan krisis ekonomi 1998 dan 2008 silam. Ketika itu, krisis 2008, murni disebabkan oleh kebobrokan bisnis perbankan dalam kredit rumah dan aroma korupsi yang gila-gilaan. Dan itulah kali pertama Bank Sentral AS menjalankan kebijakan pelonggaran kuantitatif.

Dan hari ini mereka melakukan hal serupa. Pelonggaran kuantitatif adalah nama lain dari menyuntikkan lebih banyak lagi uang ke dalam pasar, supaya perusahaan dan individu berutang ke bank, karena suka bunga telah diturunkan. Tetapi masalahnya, sejauh mana itu bisa diserap dan kapan bisa berdampak positif?

Sejauh yang kita pahami, pelonggaran kuantitatif mulai berdampak pada akhir bulan lalu, sehingga saham AS tampak rebound dan diikuti pula oleh harga Bitcoin. Ini bermakna pasar menyerap kebijakan bank sentral itu, termasuk kebijakan serupa di banyak bank sentral di negara lain.

Namun lagi, melihat situasi pandemik ini serba tak pasti. Bagaimana kita bisa melihat pasar rebound sepenuhnya ketika jumlah manusia yang terinfeksi tidak berkurang dan kian parah? Perlu waktu berapa lama dan kita harus ke mana? Bagaimana penurunan ini bisa dilihat sebagai sebuah peluang besar?

Pertama, bagi Anda yang sama sekali tidak memiliki cadangan emas pada 20 tahun lalu, tentu akan sangat menyesal. Karena dalam situasi ini, tidak bisa melindungi uang Anda yang Anda tabungkan di pasar saham ataupun pasar minyak mentah.

Semuanya ambruk. Emas sampai kapanpun akan terus naik, apalagi dalam situasi krisis seperti ini. Bahkan diprediksi harga emas bisa naik menjadi Rp1 juta jikalau situasi terus memburuk. Emas selalu melindungi.

Kedua, tapi di antara itu ada satu aset yang tidak atau belum dipertimbangkan banyak orang, karena masih baru, yakni Bitcoin. Ia lebih langka daripada emas dan kelangkaannya pun lebih transparan dibanding emas.

Tak heran Bitcoin pun naik pada permulaan awal April ini hingga melonjak kembali menjadi 7.100 per BTC. Luar biasa.

Walaupun selama 6 bulan dan 3 bulan terakhir emas masih memimpin besaran imbal hasil daripada Bitcoin, tetapi dalam rentang waktu sangat pendek, Bitcoin justru memberikan imbal hasil yang lebih besar. Itu nyatanya.

Kita bisa saja berspekulasi, bahwa ketika uang dolar dan semua jenis uang fiat semakin tak terbatas jumlah di pasar, maka ketika itu pula emas dan Bitcoin akan berjaya, karena jumlahnya jauh lebih langka daripada uang biasa.

Dengan kenaikan tipis di pasar saham saat ini, kita melihat permintaan terhadap emas dan Bitcoin akan semakin tinggi dan mampu melejitkan harga Bitcoin di beberapa bulan mendatang.

Dan perhatikan lagi, bahwa Bitcoin Halving akan tiba pada bulan Mei yang membuat Bitcoin semakin langka 50 persen daripada sebelumnya.

Tak heran, Bitcoin disebutkan oleh Robert T Kiyosaki sebagai “uang rakyat” di tengah ambruknya ekonomi dunia, di samping emas yang sangat dibelanya sejak puluhan tahun lalu sebagai aset lindung yang luar biasa.

Jadi, Anda sekarang di mana? Masih mengidamkan saham, yang siklus tertentu ia akan jatuh dan Anda masih mengumpulkan uang fiat yang tak lagi bernilai? Ingat, ketika harga saham melangit, Anda harus perhatikan kenaikan utang negara yang juga naik.

Ketika utang naik, kelak itu juga yang harus Anda bayarkan, tak hanya berupa pajak yang tinggi, tetapi pula potensi krisis berikutnya yang menguapkan nilai saham Anda.

Kami tak ingin menegaskan emas dan Bitcoin adalah jawaban terbaik, tetapi bukti-bukti konsisten menggambarkan itu di benak Anda, bahwa uang lebih banyak mengalir ke emas dan Bitcoin, karena semakin banyak yang paham tentang potensi lindung nilainya.

Di atas itu semua, dan ini akan menjadi kenyataan, bahwa 10 tahun dari sekarang, tahun 2030, sekitar 2 miliar jiwa generasi Baby Boomers (kelahiran tahun 1946-1964) di seluruh dunia akan pensiun. Itu sekitar sepertiga dari populasi dunia saat ini.

Generasi itu sebagian adalah tipikal “stock guy” yang sangat bergantung pada pasar saham, gaji pensiun, yang tidak terlampau ngeh dengan perkembangan industri informasi dan digital di masa depan.

Bayangkan ketika mereka pensiun dan menjual semua cadangan sahamnya dan diwariskan kepada generasi di bawahnya, yakni Milenial, maka uang besar kemungkinan tidak beralih ke saham kembali, melainkan aset digital, aset kripto seperti Bitcoin yang relatif lebih adil dan transparan. Atau setidaknya emas yang kelak masih menjadi unggulan juga.

Jadi, membeli emas dan Bitcoin adalah keputusan telak untuk melindungi kekayaan Anda. Lakukan itu sekarang juga. [*]

Comments are closed for this post.