Apa Itu Kontrak Berjangka Kripto?
Berinvestasi kripto masa kini sangat beragam caranya. Ada yang lewat spot market seperti di Triv untuk membeli kripto aslinya secara langsung. Ada pula yang lewat bursa berjangka (futures exchange), tanpa perlu membeli kripto aslinya, tetapi hanya berupa “kontrak” yang bernilai kripto. Nah, produk investasi seperti ini akan hadir di Indonesia pada tahun ini juga.
Pertama kita kenali dulu, apa yang disebut membeli dan menjual kripto asli?
Contohnya begini, ketika Anda menggunakan rupiah untuk membeli Bitcoin di situs ataupun di aplikasi Triv, Anda melakukan pembelian aset asli-nya, sehingga Anda dapat memverifikasi transaksinya di blockchain berdasarkan address BTC Anda masing-masing.
Hal serupa, ketika Anda menjual Bitcoin itu di Triv dan mendapatkan profit dari selisih antara harga beli dan jual. Bitcoin itu adalah aset yang asli dan ditukar menjadi rupiah.
Itulah yang disebut membeli kripto aslinya. Hal serupa ketika Anda mengirimkan Bitcoin ke wallet lain di luar Triv, itu tetaplah Bitcoin aslinya dan transaksi terjadi secara langsung.
Di dunia investasi cara itu dikenal dengan spot market alias pasar spot alias “pasar langsung”.
Apa Itu Kontrak Berjangka?
Sedangkan kontrak berjangka adalah jenis produk investasi turunan (derivatif) dari sebuah aset. Nilai kontraknya berdasarkan naik-turun harga aset aslinya di pasar spot.
Jadi, investasi kontrak berjangka, trader tak perlu membeli dan menjual aset aslinya.
Trader ataupun investor cukup memperdagangkan produk kontraknya saja dan “berspekulasi” terhadap naik-turun harga aset aslinya.
Sejarah Singkat Kontrak Berjangka
Mekanisme kontrak berjangka bukanlah hal baru, sudah dimulai sejak tahun 1571 di Inggris termasuk di Dojima Rice Exchange di Osaka, Jepang pada tahun 1710 untuk beragam jenis komoditi.
Konsep yang lebih modern, banyak juga yang mengacu pada tahun 1865 oleh Chicago Board of Trade, cikal bakal Chicago Mercantile Exchange (CME) yang dikenal dunia saat ini.
Sedangkan di Indonesia bursa berjangka komoditi dimulai sejak tahun 2000, di antaranya oleh ICDX dan JFX.
Bursa berjangka lazimnya memperdagangkan produk kontrak berjangka komoditi, seperti atas nilai minyak mentah, emas, minyak sawit, valas dan lain sebagainya.
CME juga dikenal sebagai bursa berjangka pertama di dunia yang memperdagangkan produk bernilai Bitcoin sejak Oktober 2017 silam dan ketika April 2021 sudah ada yang bernilai Ether (ETH).
Sedangkan di Indonesia, menurut Kementerian Perdagangan RI bursa berjangka kripto akan dimulai pada tahun 2021 ini.
Prinsip Dasar Perdagangan
Ingat catatan di atas, investasi kontrak berjangka, trader tak perlu membeli dan menjual aset aslinya.
Trader ataupun investor cukup memperdagangkan produk kontraknya saja dan “berspekulasi” terhadap naik-turun harga aset aslinya. Dalam hal ini adalah kripto Bitcoin misalnya.
Disebut kontrak, karena ada beberapa syarat-syarat dan ketentuan khusus, mulai dari rentang harga jual dan beli kontraknya, seberapa besar persentasi kerugian dan keuntungan, dan punya jangka waktu tertentu (berjangka) sampai kontrak itu bisa dijual.
Di kontrak berjangka berlaku pula mekanisme “leverage” agar modal trading kontraknya bisa lebih besar.
Mekanisme ini disediakan oleh masing-masing bursa berjangka dengan nilai leverage yang berbeda-beda.
Misalnya modal kontraknya adalah setara US$100. Dengan memakai nilai leverage, misalnya 50X, maka modal Anda yang asli adalah US$100, menjadi 100 x 50= US$5.000.
Jadi, berkat leverage itu, Anda seolah-olah sedang memperdagangkan nilai kontrak senilai US$5000.
Mekanisme ini pada prinsipnya adalah “meminjam” dari bursa/broker, di mana “jaminannya” adalah modal Anda yang sesungguhnya, yakni US$100 itu.
Kemudian, Anda pun “bertaruh” lewat analisis teknikal, bahwa harga BTC/USD akan naik atau turun dalam beberapa menit atau beberapa jam ke depan.
Ketika kita sudah menentukan nilai leverage-nya dan memproyeksikan pergerakannya akan naik, maka ini disebut sebagai “long position“.
Sebaliknya, jika kita memproyeksikan pergerakannya akan turun, maka ini disebut “short position“.
Nah, katakanlah sekarang “posisi trading kontrak” adalah “long“. Artinya, Anda bertaruh harga Bitcoin akan naik. Nah, ternyata analisis Anda tepat dan harga Bitcoin naik katakanlah sebesar 0,5 persen.
Dalam hal ini, karena modal Anda sudah 50 kali lipat dari modal sesungguhnya karena menggunakan mekanisme leverage, maka kendati kurs Bitcoin asli naik sangat kecil (yakni 0,5 persen itu), maka keuntungan Anda bisa ratusan persen.
Biasanya di bursa berjangka tertentu, sudah ditentukan, di rentang harga berapa Anda bisa menjual kontrak itu. Di bursa tertentu, keuntungan bisa mencapai 300 persen.
Di bursa lainnya bisa mencapai ribuan persen, relatif terhadap nilai leverage yang digunakan.
Jadi, Anda bisa bayangkan, kalau Anda memperdagangkan Bitcoin aslinya, maka modal yang diperlukan sangatlah besar, karena modal harus satu banding satu terhadap harga aset.
Nah, bagaimana kalau harga Bitcoin malah turun, tidak sesuai proyeksi? Dalam hal ini, lazimnya modal asli Anda maksimal hangus sebesar -90 persen. Jadi modal asli adalah US$100, maka yang hangus adalah US$90 saja. Sisanya US$10 masih milik Anda.
Ada pula dengan tingkat keuntungan lebih besar, modal bisa hangus semuanya. Jadi, tergantung dari kebijakan bursa berjangkanya, karena ada pula ketentuan kalau harga berbalik arah, trader bisa rugi ribuan persen.
Pedang Bermata Dua
Jadi, investasi kontrak berjangka memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi Anda bisa untung berlipat-lipat, tetapi bisa juga kehilangan modal cukup besar, jika pasar bergerak sebaliknya.
Tapi sebagian orang, khususnya yang sangat berpengalaman, bursa berjangka dianggap lebih fleksibel, karena ketika harga Bitcoin terus turun, Anda tetap bisa mencetak keuntungan.
Jadi, antara spot market dan futures market adalah sebuah pilihan. Dikembalikan pada diri Anda sendiri, untuk menakar risikonya.
Bursa berjangka jelaslah tidak cocok bagi Anda yang tidak memiliki jam terbang tinggi soal analisis teknikal dan tidak siap rugi ratusan hingga ribuan persen dalam waktu yang sangat singkat. [triv]