Bagaimana Teknologi Enkripsi Membantu Jurnalis dan Aktivis
Kasus dugaan suap terhadap Jenderal Tito Karnavian, seperti yang ditulis oleh IndonesiaLeaks pada awal bulan ini tak hanya memancing reaksi sejumlah pihak. Bukan kasus yang disokong sejumlah bukti dokumen itu yang seru, tetapi mempaparkan kepada publik pentingnya menggunakan teknologi enkripsi untuk mengamankan data komunikasi. Maklumlah, IndonesiaLeaks mengharuskan para whistle blower menggunakan peramban Tor agar informasi yang dikirimkan tidak dapat diintersep oleh pihak ketiga.
Dalam penelusuran berikutnya IndonesiaLeaks disokong oleh Kelompok Global Leaks yang berbasis di Italia. GlobalLeaks agak serupa seperti IndonesiaLeaks sebuah hasil kolaborasi antara LSM dan sejumlah media massa untuk berkontribusi terhadap pemberantasan korupsi.
“Di Indonesia Leaks, informasi yang Anda sampaikan membantu terjaganya hak publik mendapatkan informasi yang akurat mengenai hal-hal yang penting bagi orang banyak. Sebagai sebuah platform publik, IndonesiaLeaks membantu mengungkapkan pelanggaran dan kejahatan melalui peliputan investigasi yang dikerjakan secara kolaboratif oleh media massa yang terpercaya,” jelas IndonesiaLeaks dalam websitenya.
Penggunaan Tor dan sejumlah peranti lunak yang disarankan oleh IndonesiaLeaks sebenarnya bukanlah hal yang baru. Teknologi Tor, aslinya dibuat dan dikembangkan oleh pakar Matematika Paul Syverson dan dua orang pakar komputer, Michael G. Reed dan David Goldschlag di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1995. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi sistem komunikasi intelijen di masa itu. Dengan Tor, pihak yang ingin mengintersepsi informasi dari satu komputer ke komputer lain tidak mengetahui informasi itu datang dari dan ke komputer mana sesungguhnya.
Hal itu dilakukan dengan membuat sebuah jaringan anonim di atas alamat paket data, berupa beberapa lapisan terenkripsi layaknya lapisan bawang. Di antara komputer A dan komputer B, misalnya lalu lintas data Internet dikirimkan ke sejumlah koneksi terenkripsi, yang masing-masing membentuk “lapisan bawang” itu.
Oleh Pemerintah dan militer di masa itu, Tor adalah respons terhadap gerakan aktivitis beberapa tahun sebelumnya yang menggunakan sejumlah teknologi komunikasi agar aman dalam melakukan komunikasi antar rekan, sekaligus menghindari pencidukan dari aparat. Di antara yang sangat menonjol adalah aktivis Phil Zimmerman yang membuat program Pretty Good Privacy (PGP) pada tahun 1991. Peranti lunak yang dibagikan gratis ini memungkinkan pengiriman data disandikan. Jauh sebelum itu, ada Abbie Hoffman yang mengetahui cara mendapatkan akses telepon gratis, pada tahun 1970-an.
Di PGP ada Hall Finney, pakar kriptografi yang terkait erat dengan sosok Satoshi Nakamoto, yang kita kenal sebagai penggagas Bitcoin, sebuah uang elektronik pertama di dunia yang berhasil meniadakan double spending. Bitcoin sejatinya adalah enkripsi itu sendiri, di mana SHA-256 sebagai algoritmanya pertama kali dikembangkan oleh NSA.
Dalam kasus IndonesiaLeaks yang berujung pada pelaporan pendirinya kepada polisi adalah kasus yang sebelumnya terjadi dalam konteks penegakan hukum. Dan peran teknologi informasi, khususnya pengamanan data sangat besar di dalamnya. Bahwa informasi penting untuk publik, memang harus disampaikan secara rahasia. Ini membuat whistle blower akan merasa aman.