Bank Sentral AS Pangkas Suku Bunga, Bitcoin Naik Cepat 7,7 Persen

Minggu, 15 Maret 2020 kemarin, Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed memutuskan menurunkan suku bunga acuan menjadi 0-0,25 persen dari sebelumnya 1-1,25 persen. Itu adalah keputusan mendadak dan sangat darurat, karena sedianya diumumkan pada Selasa esok. Bitcoin pun merespons agak positif dengan naik cepat hingga 7 persen, lalu turun tak kalah cepat.

Keputusan itu sangat bersejarah, karena terjadi kali pertama sejak tahun 2008 ketika krisis keuangan melanda dunia. Di kala itu The Fed juga menurunkan suku bunga menjadi nol, imbas dari kekhawatiran resesi global.

“Wabah coronavirus telah merugikan masyarakat dan mengganggu kegiatan ekonomi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Kondisi keuangan global juga sangat terpengaruh. Data ekonomi yang tersedia menunjukkan bahwa ekonomi AS memasuki periode yang menantang ini dengan pijakan yang kuat,” kata Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), dalam pernyataannya.

Tahun ini, resesi global yang ditekan oleh pandemi virus Corona, memaksa The Fed melakukan hal serupa. Lantas apa dampaknya terhadap pasar aset kripto?

Penurunan suka bunga adalah mengurangi nilai bunga pinjam uang di bank. Hal itu dimaksudkan mendorong orang ataupun perusahaan untuk meminjam uang di bank dalam jumlah banyak daripada sebelumnya, karena beban bunganya kecil dalam jangka waktu pendek.

Dari sudut pandang perusahaan, meminjam uang dengan beban bunga rendah, bisa meringankan beban perusahaan di kala produksi dan konsumsi produknya rendah. Sekali lagi itu dampak dari pelemahan ekonomi.

Penurunan suku bunga oleh The Fed kemarin, mengharuskan The Fed melakukan mekanisme quantitative easing (QE) alias pelonggaran kuantitatif sebesar US$700 miliar atau sekitar Rp10.328.500.000.000.000. Bahasa sederhana QE adalah “menambah jumlah uang dolar AS yang beredar di pasar”.

Secara teknis The Fed akan membeli obligasi (surat utang negara) senilai US$500 miliar dan US$200 miliar sekuritas (saham) yang nilainya dipatok pada nilai kredit pinjaman rumah (hipotek). Ini akan membawa total aset pada saldo Cadangan Federal hingga US$5 triliun.

Itulah yang mengancam nilai dolar AS di pasar menjadi menurun (semakin murah) dan berpotensi menguatkan nilai uang di negara lain, biasanya di negara berkembang. Hal ini akan berlangsung terus-menerus hingga situasi ekonomi pulih, sehingga suku bunga dinaikkan kembali.

The Fed juga memangkas suku bunga untuk pinjaman darurat untuk perbankan sebesar 125 basis poin (bps) menjadi 0,25%. Bank sentral juga memperpanjang waktu pinjaman menjadi 90 hari.

Namun sayangnya, pasar bergerak negatif. Futures (pasar derivatif) menunjukkan penurunan sekitar 900 poin di Wall Street saat dibuka Senin pagi.

Dampak terhadap Bitcoin
Dengan semakin murahnya bunga meminjam uang di bank, maka masyarakat bisa menggunakannya untuk konsumsi ataupun investasi di aset-aset yang memberikan imbal hasil lebih.

Bisa jadi masyarakat meminjam “uang yang murah itu” lalu dibelikan Bitcoin atau aset lain. Dalam skala masif, konsumsi tidak boleh mereda, harus ada uang yang digunakan, maka harga Bitcoin berpotensi untuk naik.

Beberapa bulan lalu, Pendiri Morgan Creek Digital, Anthony Pompliano mengatakan pelemahan ekonomi makro termasuk kebijakan moneter Bank Sentral AS dapat memicu kenaikan harga aset digital seperti Bitcoin.

Salah satu kebijakan moneter longgar yang dimaksud Pompliano adalah besarnya peluang Bank Sentral Amerika Serikat untuk kembali menurunkan suku bunga.

Suku bunga pinjaman yang rendah menandakan adanya kontraksi ekonomi di Amerika Serikat, sehingga dianggap bisa merangsang jumlah pinjaman yang lebih tinggi dari masyarakat dan perusahaan. Atau dengan kata lain adanya tekanan inflasi semakin tinggi, yang mengakibatkan nilai uang dolar AS semakin berkurang.

“Setiap kali kita sampai pada periode resesi ekonomi atau adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi, Bank Sentral AS menggunakan dua strategi untuk mengatasinya: Pertama, mereka dapat memangkas suku bunga, seperti pada 31 Juli 2019 lalu, termasuk pada tahun 2008. Kedua, mereka dapat mencetak uang (quantitative easing). Jadi, ketika mereka melakukan kedua hal itu, biasanya dibutuhkan antara 6 hingga 18 bulan untuk merasakan efek kebijakan itu. Dan mungkin bertepatan Bitcoin Reward Halving,” kata Pompliano kepada CNN.

Secara global, pagi ini (Senin, 16 Maret 2020) Bitcoin terpantau menguat 2,49 persen dalam 24 jam terakhir di level US$5.337 (Rp79,1). Pasar sempat merespons keputusan The Fed itu dengan naik dan turun cepat sebesar 7,7 persen dalam beberapa menit, lalu relatif sideways pada pagi hari ini.

Tentu kita masih menantikan reaksi yang lebih luas dari pasar aset kripto itu pada malam ini, ketika sebagian besar wilayah Barat sudah bangun dari tidur dan siap ber-trading.

Melihat dari penurunan cepat pada Jumat kemarin hingga level US$4 ribu-an, alangkah mustahil Bitcoin bisa turun lebih rendah lagi. [red]

Comments are closed for this post.