Bitcoin versus Dolar sebagai Lindung Nilai
Enggan menanggung risiko, seorang sahabat enggan berinvestasi di Bitcoin sebagai hedging (lindung nilai). Kendati dia masih tergolong generasi Milenial, ia lebih memilih dolar untuk hal serupa. Sudah tepatkah?
Bitcoin yang sudah berharga lebih Rp800 juta per BTC adalah bukti apik dan bersejarah dalam peradaban manusia. Dan itu terjadi untuk kali pertama sebagai kelas aset baru.
Ketika nilai dolar terus terdepresiasi sejak tahun 1985 dan kini di tengah pertumbuhan ekonomi global yang mandek, emas sepatutnya lebih diapresiasi.
Yang terjadi adalah sebaliknya, nilai emas merosot dan Bitcoin terus naik daun. Bahkan lebih dari sepekan terakhir, ketika nilai dolar agak menguat, Bitcoin melawan arus, malah naik.
Sahabat kami itu beragumen bahwa dolar adalah layak sebagai hedging nilai kekayaannya.
Namun, agaknya dia kurang memahami makna mendalam soal hedging jika kita memasukkan konteks waktu di dalamnya.
Lindung nilai menggunakan dolar adalah benar dalam jangka pendek, itu yang menjelaskan stablecoin digunakan dalam perdagangan aset kripto. Tetapi, dalam jangka panjang, sulit mengatakan dolar AS adalah instrumen hedging yang utama dan mapan.
Dan ini, turunnya nilai dolar adalah motif utama banyak perusahaan, termasuk MicroStrategy dan Tesla untuk membeli Bitcoin.
Mereka enggan kehilangan nilai dolarnya, ketika ekonomi sedang terpuruk saat ini.
Jadi, ketika nilai saham mereka turun, maka Bitcoin menjadi alat lindungnya. Ini selayaknya asuransi.
Hedging adalah strategi manajemen risiko keuangan untuk mengimbangi kerugian dalam investasi dengan mengambil posisi berlawanan dalam aset terkait.
Misalnya, ketika harga Bitcoin dan beberapa aset kripto turun, maka Anda melakukan hedging dengan menukarnya menjadi dolar ataupun rupiah, alih-alih ke aset kripto berbeda yang mungkin tidak dalam tren naik.
Ini adalah upaya “nilai Bitcoin” Anda terlindungi oleh nilai uang fiat. Ketika harga Bitcoin terus meluruh, maka nilai kekayaan Anda masih relatif tetap ataupun rugi kecil.
Ini yang memungkinkan Anda mendapatkan Bitcoin jauh lebih banyak daripada sebelumnya, dengan fiat itu ketika kelak Anda membelinya.
Kemudian, pengurangan risiko yang diberikan oleh lindung nilai juga biasanya menghasilkan pengurangan potensi keuntungan di aset berbeda.
Katakanlah pada Januari 2020, Anda punya dolar bernilai setara dengan Rp300 juta. Rp25 juta Anda belikan emas dan Rp150 juta Anda belikan Bitcoin. Sisanya tetap dalam bentuk dolar AS.
Dengan kenaikan harga emas dan Bitcoin berbeda sepanjang tahun 2020, maka nilai kekayaan Anda lebih terlindungi, dengan imbal hasil yang cukup besar, walaupun emas lebih kecil daripada Bitcoin.
Nah, sekarang kita lihat dalam jangka panjang, bagaimana kinerja dolar AS secara global.
Salah satu cara mengukurnya adalah melihat grafik indeks dolar (DXY). Indeks itu melacak kekuatan dolar relatif terhadap sejumlah mata uang utama lainnya.
DXY pada awalnya dikembangkan oleh Bank Sentral AS pada tahun 1973 (beberapa tahun setelah nilai dolar tak dipatok cadangan emas lagi), untuk memberikan nilai rata-rata.
DXY akan mengalami kenaikan saat dolar kuat jika dibandingkan dengan mata uang lainnya.
Berikut adalah enam mata uang yang digunakan untuk mengkalkulasikan indeks tersebut berdasarkan porsinya: euro 57,6 persen , yen 13,6 persen, poundsterling 11,9 persen, dolar Kanada 9,1 persen, krona Swedia 4,2 persen, dan Franc Swiss 3,6 persen.
Sejak awal November 1985 sampai 24 Maret 2008, DXY luruh hingga 44,52 persen. Sedangkan sampai 8 Maret 2021, peluruhannya hingga 28,8 persen. Kedua kedua itu adalah angka koreksi, betapa menyimpan dolar dalam jangka waktu sangat lama, justru mencetak kerugian.
Itulah sebabnya investasi harus melampaui nilai kerugian itu, baik aset yang bernilai dolar, apalagi rupiah.
Banyak pihak yang berpendapat, bahwa stimulus ekonomi US$1,9 triliun oleh Biden yang baru-baru ini sudah sah dan segera digenapkan pada bulan ini juga, adalah bagian dari terus tertekannya nilai dolar di pasar global.
Namun, dalam sudut pandang kami, walaupun tanpa stimulus, DXY tetap akan mengalami depresiasi, karena selama 10 tahun terakhir, pengeluaran dibandingkan pemasukkan Negeri Paman Sam itu selalu minus. Terlebih lagi dengan kebutuhan militer mereka yang sangat besar.
Maka, dengan stimulus baru US$1,9 triliun itu justru akan mempercepat pelemahan DXY, melihat kondisi sekarang komposisi portfolio yang baik adalah 30 persen cash dan 70 persen asset.
Selama stimulus oleh pemerintah AS dan kebijakan moneter oleh The Fed ini berjalan, otomatis aset high risk seperti saham dan Bitcoin akan terus mengalami kenaikan sedangkan aset low risk seperti emas tidak akan naik signifikan, karena dengan berlimpahnya likuiditas orang akan memburu aset-aset yang high risk.
Hal ini juga dapat diliat dari jumlah pendanaan perusahaan ventura ke startup yang semakin meningkat. Ini mencerminkan betapa mudahnya startup mendapatkan pendanaan pada masa sekarang. Ini adalah likuiditas dolar yang sangat tinggi.
Jadi, jikalau sang sahabat itu mengatakan hedging menggunakan dolar dalam jangka panjang adalah baik, kami pikir justru sebaliknya. Banyak pun dolar Anda di kantong, dalam jangka panjang, sejatinya nilainya berkurang. [/]