Blockchain dan Internasionalisasi Yuan
Ada motif politik di balik pengusungan teknologi blockchain dalam pengembangan yuan digital oleh Bank Sentral Tiongkok. Salah satunya adalah internasionaliasi mata uang yuan. Kekuatan ekonomi, mutu SDM, nilai investasi adalah faktor utama.
Sejarah membuktikan bahwa dalam satu generasi saja, Tiongkok sukses menunjukkan pada kepada dunia keunggulan ekonomi mereka. Lihat saja Kota Shenzen yang berubah dari kota kumuh menjadi Silicon Valley-nya dunia Timur.
Nilai investasi di kota itu sangat besar, sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat kota itu, termasuk Tiongkok secara keseluruhan.
Komunis dan sosialis memang hanya sekadar label negara itu, karena kapitalisme lebih menonjol dari kebudayaan modern mereka.
Kemajuan itu juga disertai dengan penggunaan mata uang yuan, baik dalam perdagangan internasional dan cadangan devisa. Sebut saja sejumlah negara di Afrika dan Rusia menyimpan yuan sebagai alat perdagangan alternatif selain menggunakan dolar AS.
Ada motif politik di balik peralihan itu, sebab AS memanfaatkan dolar sebagai senjata untuk memberikan sanksi ekonomi kepada negara-negara yang dianggapnya bukan sahabat, seperti Iran, Venezuela dan lain sebagainya.
Fiat money alias uang yang diterbitkan oleh negara melalui bank sentral sangat dipengaruhi oleh kebijakan lembaga itu, termasuk kebijakan masing-masing pemerintahnya, tak terkecuali unsur-unsur politiknya.
Maka uang sejatinya adalah perluasan pengaruh politik di luar negeri. Semakin banyak uang yuan itu dibeli dan digunakan, maka pengaruh Tiongkok semakin besar.
Itulah sebabnya bank sentral Tiongkok sejak 2014 sudah meneropong keunggulan teknologi blockchain sebagai sarana memperkuat mata uang yuan, seraya lebih mengefisienskan sistem ekonomi mereka.
Tidak heran pada akhir 2019 Presiden Xi Jin Ping memproklamirkan dukungan penuhnya terhadap blockchain demi pembangunan bangsa.
Tiongkok pun tercatat sebagai negara pertama dan terdepan dalam pengayaan blockchain di negara mereka. Ini yang merangsang negara lain melakukan hal serupa, khususnya negara-negara dengan nilai tukar uangnya yang besar, seperti negara-negara di Uni Eropa, Korea Selatan dan Jepang.
Bayangkan efisiensi luar biasa berkat blockchain ini, selayaknya kecepatan mengirimkan aset kripto. Katakanlah satu negara memerlukan pinjaman uang dalam bentuk yuan, maka bank sentral tidak perlu mengirimkan yuan bentuk fisik (kertas) ataupun jenis surat berharga bernilai yuan, tetapi cukup mengirimkan yuan berwujud digital itu langsung di jaringan.
Sejak Mei 2020 pula Tiongkok mempercepat uji coba mata uang digitalnya bersama sejumlah bank pemerintah dan perusahaan-perusahaan di dalam negeri, guna menunjukkan efisiensi itu.
Sementara itu Bank Sentral AS masih belum menujukkan taring soal mata uang digital ini, kendati sudah ada layanan Fed Now yang diklaim secara instan dalam mengirimkan uang selayaknya blockchain.
Namun, Bank Sentral AS mengakui mereka terus melakukan uji coba dan penelitian bersama MIT soal dolar digital.
Perihal ini, ke depan, perang mata uang digital sejatinya tidak terhindarkan. Artinya siapa cepat dan unggul dialah yang didepan.
Tentu saja percepatan adopsi harus dibarengi oleh pertumbuhan baik ekonomi masing-masing negara.
Sejumlah pihak pun meramalkan bahwa yuan bersaing ketat dengan dolar AS dalam 25 tahun mendatang. Dalam kurun waktu itu pula dolar masih mendominasi hingga 50 persen, disusul yuan dan yen sebagai mata uang cadangan devisa negara-negara di dunia.
Menurut laporan tahunan terbaru dari Bank of Russia, negara tersebut meningkatkan bagian yuan dalam cadangannya, dari lebih dari 2 persen pada tahun 2018 menjadi lebih dari 14 persen pada tahun 2019. Pada saat yang sama, negara itu mengurangi bagian dolar AS dari sekitar 30 persen menjadi 9,7 persen saja.
Di sisi lain, dominasi yuan bisa meningkat karena kini Tiongkok telah menjadi mitra dagang terbesar bagi negara-negara ASEAN. Status itu menciptakan peluang untuk meningkatkan penggunaan yuan dalam penyelesaian perdagangan lintas batas, kata DBS.
Selain itu, pangsa yuan dalam cadangan global juga naik, dari 1 pada 2016 menjadi sekitar 2 saat ini, menurut data dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Mata uang Tiongkok juga telah menguat dalam beberapa pekan terakhir. Yuan dalam negeri diperdagangkan pada level terkuatnya dalam hampir 16 bulan pada hari Selasa, yaitu di level 6,8239 per dolar, menurut Reuters. Yuan offshore diperdagangkan di 6,8236 per dolar, level tertinggi sejak Juli 2019.
“Ketika ketegangan China-AS meningkat, mempromosikan yuan sebagai mata uang internasional juga dapat membantu Tiongkok untuk memisahkan diri dari AS,” kata Eswar Prasad, seorang profesor perdagangan di Cornell University, dilansir dari CNBC Indonesia. [*]