Bukan Poin Biasa
Dari studi Colloquy Loyalty Census pada tahun 2017 terungkap adanya perlambatan pertumbuhan pengguna loyalty program. Dalam dua periode hingga akhir tahun 2016, terjadi perlambatan hingga 15 persen, turun dari 26 persen dalam periode serupa. Studi itu diselenggarakan berdasarkan survei terhadap 4.500 warga Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Lebih dari separuh keanggotaan program justru tak aktif dan sekitar 30 persen konsumen mengabaikannya tanpa melakukan redeem.
Kini banyak perusahaan berharap dan tidak sedikit telah mempraktikkan poin pada loyalty program digantikan dengan koin digital alias kripto. Perusahaan berharap kripto membalikkan situasi perlambatan itu dengan menarik perhatian konsumen yang lebih muda yang lebih “sadar kripto”. Hasil temuan Finder.com mengungkapkan, lebih satu dari 5 generasi Millenial AS memiliki kripto.
Hingga 10 tahun mendatang, 5 persen orang dewasa AS akan menggunakan loyalty point berbentuk kripto, dan diperkirakan “crypto point” senilai USD3,6 miliar akan terbit setiap tahun. Pernyataan itu berdasarkan hasil riset Autonomous Research.
Oleh konsumen, kripto tersebut dapat ditukarkan menjadi uang fiat atau ditukarkan dengan bentuk layanan lain. Penukaran uang dapat dilakukan pada merchant yang menerbitkan kripto itu, atau bisa dijual di bursa kripto biasa.
Dengan langkah seperti ini perusahaan kelak meniadakan anggaran bagi vendor sebagai pihak ketiga yang meyediakan layanan kartu prepaid atau kartu kredit private-label. Dengan membuat kripto, perusahaan dapat menghemat hingga 80 persen. Dengan teknologi blockchain sebagai asasnya, perusahaan dengan mudah melacak setiap transaksinya.
Di Kota Zurich, Swiss, Caffe Lattesso memungkinkan pelanggannya mengumpulkan poin dalam wujud kripto. Pelanggan tinggal memilih apakah kripto ini nanti akan dijual menjadi bentuk kripto lainnya atau ditukarkan menjadi uang fiat. Perusahaan penyewaan mobil E-ZRentaCar di Amerika Serikat juga melakukan hal serupa. Dengan program EZ Money, pelanggan mendapatkan Bitcoin setara US$25 jika berhasil mengumpulkan 5 ribu poin atau dengan menyewa mobil setara US$5 ribu.
Rakuten juga tak ketinggalan, direncanakan pada tahun ini, perusahaan asal Jepang itu akan menerbitkan loyalty coin yang dapat digunakan pada website dan dapat dikoversi menjadi uang biasa. Sementara itu Hewlett Packard bekerjasama dengan Streamr untuk mengujicobakan loyalty coin pada sejumlah pengendara mobil.
Bayangkan itu terjadi di Indonesia dengan skenario seperti ini. Pengguna layanan aplikasi transportasi daring seperti Go-Jek, yang telah mengumpulkan 1000 poin memiliki tambahan pilihan, yakni mengonversi poin itu menjadi uang kripto bikinan Go-Jek sendiri. Misalnya 1 poin setara dengan 1 GJC (GojekCoin). Atau poin yang dimiliki pengguna bisa jadi telah berwujud kripto sepenuhnya (GJC) bukan sekadar angka yang biasanya didapat dari angka yang diacak. Artinya di sisi pengguna dihadapi tiga pilihan. Pertama, digunakan untuk mendapatkan rabat ke sejumlah merchant mitra Go-Jek. Kedua, dikonversi menjadi kripto lain. Ketiga, dikonversi menjadi uang fiat. Hal serupa juga terjadi di sisi merchant.
Dengan sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan kripto di sistem loyalty program, ini akan menjadi langkah diferensiasi produk sekaligus sebagai aspek nilai tambah bagi perusahaan. Pelanggan pun merasa lebih dihargai, karena mendapatkan manfaat yang tidak didapatkan dari poin biasa. [vins]