Ketika Saham Berwujud Kripto
Tersebutlah nama tZERO yang hendak meluncurkan platform khusus perdagangan securities (efek) atau saham berbasis blockchain pada Januari ini. tZERO memanglah masih asing di telinga orang Indonesia. Tetapi, karena dia berafiliasi dengan Overstock, maka kisahnya patut disoroti. Pertama, karena platform-nya akan menjual saham menggunakan kripto. Dan kedua, Overstock adalah perusahaan ternama di bidang belanja daring di Amerika Serikat. Pada tahun 2014, jauh sebelum ada hiruk pikuk kripto pada 2017, Overstock mulai mengembangkan teknologi blockchain sendiri pada tahun 2014. Blockchain yang dinamakan Medici itu difokuskan pada perdagangan saham berbasis blockchain, hingga mengantarkan kita pada istilah securities token alias token sekuritas atau efek atau saham.
Perbedaan antara perdagangan saham tradisional dengan perdagangan saham berbasis blockchain terletak pada wujud kepemilikannya dan bagaimana ia disimpan secara digital. Jikalau membeli saham di bursa saham, misalnya wujud kepemilikiannya sama-sama berupa angka digital yang dapat dilihat di akun nasabah di website perusahaan pialang. Sebelum membeli 1 lot saham misalnya, nasabah mentransfer uang rupiah ke akun bank mitra perusahaan pialang. Dana rupiah itu selanjutnya dapat digunakan untuk membeli saham tertentu, misalnya saham BBCA sebanyak 1 lot (100 lembar). Bilangan itu pun ditampilkan secara elektronik dan dinyatakan sebagai sah milik Anda sebagai hasil pembelian.
Jikalau menggunakan blockchain, data perdagangan tak lagi sepenuhnya disimpan di komputer server yang terpusat, tetapi di ribuan komputer server menggunakan protokol blockchain dan bilangannya direpresentasikan dengan token/coin alias kripto. Lalu, apa saja kelebihannya, ketika memang sama-sama digital? Yang utama tentu saja, data yang tersimpan di blockchain akan abadi alias permanen setiap kali disimpan. Berkat enkripsi yang canggih, datanya tak dapat diubah, sehingga melahirkan aspek kepercayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi yang ada sekarang, yaitu: transparansi, penyelesaian otomatis, fraksional, tersedia secara global dan lebih likuid.
Secara mendasar transaksi di blockchain adalah transparan dan anonim. Artinya semua partisipan dalam sistem bisa melihat arus keluar masuk dana (yang direpresentasikan dengan coin/token), tetapi tanpa bisa melihat identitas pemilik dana. Ini berbeda dengan transaksi di bank apalagi transaksi di bursa saham, di mana antar nasabah tak bisa melihat arus keluar masuk, kecuali pihak bank sendiri sebagai otoritas sentralnya, termasuk negara.
Penyelesaian otomatis dapat dilakukan dengan blockchain dengan biaya yang lebih rendah. Dalam proses penyelesaian dalam sistem saham biasa, ada banyak pihak yang terlibat di dalamnya, misalnya lembaga kliring efek sebagai perantara antara nasabah dengan perusahaan sekuritas, bank dan bursa efek. Dengan blockchain dapat dilakukan secara otomatis dengan mengurangi jumlah pihak ketiga di antaranya.
Selain itu, dengan melakukan tokenisasi pada saham akan mengurangi waktu transaksi. Perdagangan saham tradisional perlu waktu hingga T+2. Ini artinya transaksi dikonfirmasi selama dua hari kerja setelah nasabah melakukan aksi beli atau jual. Jadi, jika Anda membeli saham pada hari Senin, maka transaksi belum komplet hingga pada hari Rabu. Sedangkan saham berbasis token dapat terkonfirmasi secara instan ketika terkonfirmasi pada blockchain. Jikalau menggunakan blockchain Ethereum misalnya perlu waktu 10-20 detik untuk terkonfirmasi.
Fraksional. Aspek ini penting bagi perluasan akses publik kepada saham dengan pecahan kecil. Sebenarnya sejumlah platform bisa menyediakan ini. Misalnya orang Indonesia bisa membeli saham saham Apple tak harus setara 1 lot, bisa misalnya seperempat dari harga satu lot itu dengan akumulasi minimal tertentu. Hanya saja dengan tokenisasi saham, lebih mempemudah pengelolaan saham fraksional. Karena blockchain itu lintas negara, maka saham berbasis token tersedia secara global. Ini bermakna, membuka peluang saham bisa dijangkau oleh siapa saja. []