Media Massa & Blockchain: Sebuah Tantangan Baru
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sangat menentukan perkembangan media massa. Perkembangan itu paralel dengan kebutuhan dasar manusia, yakni berinteraksi. Sebagai komponen dasar media massa, teknologi berperan sebagai perantara pesan antara pihak yang berkomunikasi.
Sejak kehadiran teknologi televisi pada tahun 1927, misalnya, masyarakat mengkhawatirkan teknologi itu akan menggantikan secara total teknologi komunikasi massa yang telah ada sebelumnya, yakni radio. Bahkan ketika radio hadir, itu dianggap mengancam keberlangsungan bisnis surat kabar. Tetapi, hari ini kita menemukan masing-masing media massa itu tidak serta mati, tetapi kekuatannya saling mengisi (konvergensi), karena adanya kebutuhan sosial yang berbeda dari manusia. Bahkan secara teknologi, ketiga bentuk itu saling terintegrasi.
Kita menyadari bahwa lebih aman dan nyaman mendapatkan informasi melalui radio, ketika kita menyetir mobil. Di rumah, tentu lebih asyik menikmati audio dan visual dengan televisi atau dengan perangkat ponsel cerdas. Kini, industri radio tak tertanggalkan, bahkan beradaptasi dengan teknologi Internet. Televisi juga demikian. Ia bertahan karena ada Internet. Program televisi mendapatkan keuntungan tambahan dengan mengunggahnya ke Youtube agar mendapatkan perhatian publik yang lebih luas daripada sekadar mengudarakannya melalui jaringan terestrial biasa.
Dalam perjalanannya, penguasaan teknologi komunikasi dan media massa adalah satu aparatus penting di abad baru ini. Penguasaan pengelolaan dan distribusi informasi adalah sangat penting untuk memengaruhi pendapat publik dan mengubah situasi. Penguasaan yang cenderung sentralistik dan berlangsung selama lebih dari seratus tahun itu membawa manusia ke permasalahan lain, yakni ketidakadilan dan ketidakseimbangan informasi.
Kendati Internet telah membawa manusia menjadi produser sekaligus konsumen informasi (prosumer) yang relatif dan tak lagi menggantungkan diri pada media massa arus utama, masalahnya serupa: produksi teknologinya masih bersifat sentralistik dan masih menguntungkan secara mutlak satu pihak elit.
Dalam contoh konkret, pengelola media massa yang menerima pesanan advertorial, bisa saja langsung menghapus konten yang telah diterbitkan di website, setelah mereka menerima imbalan yang disepakati sebelumnya dari klien. Di sisi klien ini jelas tidak adil dan merugikan secara struktural dalam wilayah yang lebih luas. Idealnya, setelah konten diterbitkan, dalam rentang waktu tertentu, misalnya 30 hari, konten itu harus terhapus secara permanen. Atau dengan kata lain, sebelum 30 hari, harus ada sistem yang menjamin konten tersebut dapat terus diakses.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, dengan teknologi blockchain, informasi digital termasuk konten publikasi tersebut, tak dapat dihapus berdasarkan protokolnya. Di titik ini, harapan ideal permanensi data tercapai, termasuk seperti konten media massa itu. Berkat blockchain, konten digital di steemit.com, misalnya permanen dan tak dapat dihapus selamanya, baik itu si penulis maupun pengeloal teknologi blockchain steemit itu sendiri.
Dalam tingkatan yang lebih tinggi, karena blockchain memungkinkan disematkan smart contract, maka paramater khusus dapat disematkan ke dalamnya. Misalnya, dapat ditentukan durasi publikasi di website, misalnya 30-60 hari sesuai kesepakatan antara pemasang advertorial (klien) dengan pengelola media massa. Jadi, di sini yang menjamin adalah sistem di atas sistem, yakni smart contract dan isi smart contract itu sendiri. Sebab perlu dirancang smart contract yang tidak sederhana untuk menjamin timbulnya kepercayaan (trust) yang lebih kukuh.
Namun demikian, sayangnya pengembangan cepat dan selaras blockchain terhadap media massa belum seperti yang diharapkan. Masih perlu pencapaian lain dan kolaboratif antara programmer, developer, pengusaha media massa dan jurnalis itu sendiri.
Selain permasalahan konten, solusi menarik yang mungkin dicapai adalah insentif dengan pembaca. Selama ini tidak ada insentif yang menarik kepada pembaca setelah ia membagi sebuah berita dari sebuah website ke media sosialnya. Setelah mengklik tombol share, yang mendapatkan laba langsung adalah pengelola media sosial itu dan pengelola media massa. Media massa mendapatkan traffic yang lebih banyak dan pada akhirnya mendapatkan lebih banyak iklan. Demikian pula media sosial memperoleh seperangkat data perilaku pengguna yang dapat diolah sebagai acuan keputusan para pemasang iklan.
Bagaimana jikalau pembaca, setiap kali meng-share sebuah berita ke media sosial, pengelola media massa memberikan insentif berupa kripto. Dengan akumulasi tertentu, kripto itu dapat ditarik dan dijual ke bursa tertentu atau langsung di dalam website itu. Di sini timbul solusi saling menguntungkan antara kedua pihak. Ada distribusi laba yang lebih adil.
Maka, detik ini kita sejatinya berada di persimpangan perubahan arus utama media massa dan industri komunikasi massa. Blockchain akan mengubah wajah itu secara fundamental dan serta merta menjadi kekuatan utama, sekaligus inovasi dan tantangan baru. Adaptasi sedang dimulai. [vins]