Memproyeksikan Harga Puncak Bitcoin Menjelang Halving Ke-4 Tahun 2024

Wacana soal harga puncak Bitcoin terkait halving sangatlah penting kita perhatikan. Berdasarkan dua model grafik proyeksi Bitcoin oleh PlanB, saat ini kita menuju harga puncak itu, sebelum terjadinya koreksi cukup dalam dan dengan waktu yang panjang, berpotensi seperti Desember 2017.

Apa Itu Bitcoin Halving dan Kaitannya dengan Nilai?

Sebelum kita membincangkan proyeksi harga puncak, kita segarkan lagi pemahaman soal Bitcoin Halving (selanjutnya kita sebut dengan halving saja).

Halving adalah mekanisme baku di sistem blockchain Bitcoin yang kode programnya tertulis di piranti lunak BitcoinCore.exe sejak tahun 2009 yang dirancang oleh Satoshi Nakamoto. Hingga detik ini, kode program terkait itu tidak berubah.

BitcoinCore ini sendiri adalah inti dari sistem Bitcoin yang selama ini kita gunakan, baik di lewat private wallet ataupun wallet di exchange. Piranti lunak itulah yang mencatatkan semua transaksi BTC Anda. Dan piranti lunak itulah yang mengatur proses penambangan BTC yang baru.

Halving pada prinsipnya mengatur secara pasti bahwa dalam kurun waktu setiap 210.000 block, pasokan unit BTC baru yang terbit lewat proses mining, akan berkurang sebesar 50 persen (separuh/half).

Dengan kata lain, Halving memastikan ketersediaan unit BTC-nya akan terus langka. 210.000 block itu setara dengan 4 tahun, karena satu block transaksi menghasilkan unit BTC baru adalah setiap 10 menit (rata-rata). Periode waktu antar block ini juga tertulis dalam bentuk kode program di BitcoinCore.exe. Kode program ini pun bersifat terbuka dan transparan, sehingga siapa pun bisa melihat keutuhannya.

Sejak tahun 2009, ketika kali pertama sistem Bitcoin diluncurkan, kita sudah mengalami 3 kali halving. Halving terakhir adalah pada 12 Mei 2020. Sejak saat itulah unit BTC baru yang sebelumnya adalah 12,5 BTC per block (10 menit), berubah menjadi 6,25 BTC per block.

Nah, halving berikutnya diperkirakan akan jatuh pada pertengahan April 2024. Ketika itu, unit BTC baru yang bisa ditambang berkurang lagi, yakni menjadi 3,125 BTC per block.

Sekali perlu diingatkan, khususnya kepada para pendatang baru, halving memastikan unit BTC akan terus langka, hingga maksimal BTC yang bisa ditambang hanyalah 21.000.000 BTC. Dengan prakiraan saat ini, maka BTC akan habis ditambang, yakni pada tahun 2140. Jadi, 21 juta BTC itu adalah pasokan maksimal BTC. Tak akan ada lagi BTC yang diproduksi setelahnya, berdasarkan kode program yang tertulis di BitcoinCore itu.

Nah, menggunakan mekanisme ekonomi, jika suatu objek semakin langka dan dia dianggap berharga dan permintaan terhadapnya stabil ataupun meningkat, maka harga objek itu akan semakin tinggi, alias mahal. Inilah yang menjelaskan mengapa harga BTC dalam kurun waktu 5 tahun, harganya terus naik. Bahkan imbal hasilnya jauh melebihi imbal hasil emas.

Nah, jikalau bicara nilai, maka prinsip keterbukaan piranti lunak, pengaturan pasokan dan memudahkan mengirimkan BTC sebagai uang digital sistem Bitcoin, menjadi dasarnya.

Itulah yang membuat orang tertarik membeli aset digital ini, karena punya karakteristik yang berbeda dengan sistem uang yang diterbitkan oleh negara, karena sejatinya nilainya akan tereduksi dalam kurun waktu yang panjang.

Kami mengharapkan para pemula di kripto, khususnya Bitcoin, merekam prinsip utama ini, karena menjadi basis sangat fundamental dalam menafsirkan nilainya.

Prinsip kelangkaan yang pasti inilah yang menjadi dasar kita bisa memahami proyeksi harga Bitcoin berdasarkan sejumlah model.

Grafik Proyeksi Bitcoin oleh PlanB

Ketika kita memahami kode program Bitcoin adalah pasti, maka perihal harga dan nilai adalah sebaliknya, yakni penuh ketidakpastian. Karena ini sangat tergantung pada sentimen pasar, penafsiran sejumlah orang berpengaruh, termasuk dengan tekanan peraturan pemerintah.

Namun demikian, ketidakpastian setidaknya dijawab dengan argumen ilmiah, yakni berdasarkan beberapa model. Dan model dituliskan berdasarkan model ilmiah lain yang sudah ada.

Model dalam proyeksi harga Bitcoin ditampilkan dalam bentuk grafik, berdasarkan data di masa lalu dan juga dipadukan dengan data aset lainnya.

Ada banyak model prediksi harga Bitcoin. Salah satunya adalah model yang dirancang oleh PlanB, seorang analis Bitcoin anonim di Twitter. Model inilah yang paling popular daripada model proyeksi lainnya, sehingga layak dijadikan rujukan, karena sejauh ini, proyeksinya masih terbilang akurat, termasuk harga Bitcoin pada November 2021 sebelumnya.

Model pertama yang dirancangnya pada tahun 2019 adalah “Bitcoin Stock-to-Flow” disingkat dengan S2F.

Dan model terbaru pada tahun 2020, disebut dengan “Bitcoin Stock-to-Flow Cross Asset” disingkat dengan S2FX.

Apa Itu Bitcoin Stock-to-Flow (S2F)?

Prinsip model ini sangatlah sederhana, yakni tingkat nilai kelangkaan bisa dihitung berdasarkan nilai stock (ketersediaan unit BTC yang ada saat ini dan selanjutnya) dibagi dengan flow (tingkat kelajuan produksinya, yakni unit BTC baru lewat penambangan dalam satuan tahunan).

Karena konsep dasar S2F diadopsi dari nilai komoditi lain, seperti emas, kita lihat dulu bagaimana ia diterapkan di aset logam mulia ini. Hasilnya berupa skor angka.

Emas misalnya, hanya diproduksi sekitar 3000 metriks ton per tahun (ini estimasi). Jumlah emas tersedia saat ini sekitar 185.000 metriks ton. Jadi, skor S2F emas adalah 185.000/3.000 = ~ 62. Semakin tinggi skor-nya, maka ia semakin langka dan dianggap bernilai. Harga emas sendiri, seperti kita ketahui, relatif naik dalam kurun waktu panjang.

Bagaimana dengan skor S2F Bitcoin? Ingat rumusnya, yakni stock dibagi dengan flow. Stock Bitcoin (BTC yang beredar) saat ini (12 November 2021, pukul 16:32) adalah 18.870.906 BTC. Sedangkan flow Bitcoin adalah 328.500 BTC. Jadi, skor S2F Bitcoin adalah 18.870.906/328.500= 57,4.

Skor ini tentu saja masih jauh dari skor S2F emas, yakni ~62. Ini tercermin dari nilai pasar emas saat ini sekitar US$11 triliun dan BTC hanya US$1,2 triliun.

Nah, berdasarkan model inilah, jikalau skor S2F suatu aset semakin besar, maka harganya akan relatif meningkat seiring waktu.

Berdasarkan model inilah, PlanB memproyeksikan harga Bitcoin bisa mencapai sekitar US$100 ribu per BTC paling lambat pada 5 Juni 2024. Grafik realtime bisa Anda lihat di situs ini.

Tentu saja model itu mempertimbangkan dinamika harga di masa lalu dengan yang saat ini. Dalam grafik itu direpresentasikan dengan warna tertentu, berdasarkan jarak waktu dengan halving berikutnya.

Saat ini harga pada grafik sudah berwarna hijau terang yang menandakan kita semakin dekat dengan halving berikutnya, yakni halving ke-4 tahun 2024 dan harga cenderung mendekati puncaknya, seperti pada dinamika harga di masa lalu dan berpotensi memulai koreksi besar dan panjang.

Pada grafik di bawah, pada Desember 2017, grafik harga yang berwarna hijau terang adalah harga puncak Bitcoin setelah masuk halving ke-2 tahun 2016. Pada Desember 2017 harga Bitcoin berkisar US$19.600 hingga US$20.000 per BTC.

Dari titik itulah harga terkoreksi sangat dalam hingga US$3.200 per BTC pada Desember 2018 (pada grafik ia ditandai dengan warna biru, karena jarak dengan masa halving ke-3 masih jauh, yakni Mei 2020. Persentase koreksinya mencapai 84 persen.

Tetapi harga di tahun 2018 itu menjadi support besar kenaikan harga hingga saat ini, sekitar US$69 ribu. Persentase bullish-nya adalah 2056 persen!

Kesimpulan di sini adalah, berdasarkan model itu dan berdasarkan data historis, ada kaitan antara halving dan kenaikan harga dalam kurun waktu yang sangat panjang. Ingatlah, bahwa data di masa lalu, pada model ini dan dalam konteks analisis teknikal menjadi sandaran yang amat penting dalam memproyeksikan harga.

Nah, menggunakan model itu pula, kita bisa memperhatikan, bahwa jika ketika harga Bitcoin menembus wilayah US$76 ribu hingga US$85 ribu ataupun US$100 ribu itu adalah wilayah “overbought” alias harga puncak terkait halving setidaknya hingga Desember 2021, sebelum harga terkoreksi dalam kembali dalam jangka waktu yang sama panjangnya seperti sebelumnya atau mungkin lebih pendek.

PlanB sendiri selalu menghindari pembicaraan soal harga puncak ini, walaupun berulang kali mencuit bahwa, pada Desember 2021, harganya bisa mencapai US$100 ribu hingga US$135 ribu. Lihat dan baca cuitan terbaru PlanB di sini.

Apa Itu Bitcoin Stock-to-Flow (S2FX)?

Model ini dianggap sebagai penyempurnaan dari model S2F, karena dikombinasikan dengan skor aset lainnya, yakni emas dan dolar AS.

Berdasarkan model S2FX, PlanB menulis, bahwa harga Bitcoin diproyeksikan bisa mencapai US$288.000 per BTC antara tahun 2020 dan 2024.

S2FX model estimates a market value of the next BTC phase/cluster (BTC S2F will be 56 in 2020–2024) of $5.5T. This translates into a BTC price (given 19M BTC in 2020–2024) of $288K,” sebutnya.

Apa yang dimaksudnya oleh PlanB adalah, ketika itu nilai pasar Bitcoin bisa mencapai US$5,5 triliun. Jika itu dikonversi ke dalam harga, maka bisa mencapai US$288 ribu per BTC.

Kesimpulan

Berdasarkan dua model popular rancangan PlanB itu, kita bisa menafsirkan sendiri berapa dan kapan harga puncaknya. Menggunakan model S2F, setidaknya ketika harga Bitcoin menembus wilayah US$76 ribu hingga US$85 ribu ataupun US$100 ribu itu adalah wilayah “overbought” alias harga puncak terkait halving setidaknya hingga Desember 2021.

Sekali lagi kami tegaskan, bahwa model proyeksi seperti ini bukan bersifat eksak alias pasti, namun hanya berupa sandaran tidak mutlak, menggunakan pendekatan ilmiah dan kuantitatif.

Pun lagi kita tak pernah mengetahui masa depan, seperti kita tak menyangka, harga Bitcoin dari yang nol rupiah kini bisa menjadi Rp900 juta. [triv]

Comments are closed for this post.