Mengapa Bank dan Negara Perlu Blockchain-Kripto?
Bank swasta kelas dunia dan sejumlah negara yang memiliki teknologi blockchain sendiri, bukanlah isapan jempol. Tujuan utamanya tentu saja agar bisa melahirkan sistem transfer elektronik, sekaligus mata uang versi digital terhadap uang fiat (dolar atau yuan). Di ranah teknologi blockchain secara umum, kita mengenalnya sebagai kripto, atau mata uang kripto, atau aset kripto. Pemicunya tentu saja agar proses transfer uang lebih murah, cepat dan berskala global lintas negara.
Blockchain kian disanjung sebagai perubah dasar teknologi keuangan dan perbankan masa depan, tidak seperti sekarang ini, yang kalau transfer uang lintas negara dan lintas bank dan lintas mata uang berbeda, perlu waktu 3-5 hari kerja melalui layanan perbankan. Sudahlah lama, mahal pula biaya kirimnya. Dengan blockchain, sesuai dengan hasil ujicoba oleh bank dan negara, membuktikan transfer uang lintas perusahaan lintas negara, bisa berlangsung secara instan dan murah, secepat mengirimkan pesan di WhatsApp. Inikah revolusi? Kita dapat pastikan iya!
Dalam perkembangan terkini, kita tahu Bank Sentral Tiongkok sudah mengumumkan keberhasilannya membuat mata uang reminbi/yuan versi digital berbasis blockchain. Mereka juga berniat akan mengujicobanya dengan mendistribusikannya kepada WeChat Pay dan AliPay.
Beberapa hari yang lalu juga tersiar kabar, bahwa Wells Fargo, bank terbesar di Amerika Serikat akan memulai proyek pembuatan teknologi blockchain agar transfer uang menjadi sangat cepat. Langkah ini sebelumnya sudah ditempuh oleh JP Morgan dengan membuat protokol pengiriman uang di atas blockchain Ethereum.
Jauh sebelumnya, Venezuela sudah melangkah lebih maju. Ini motifnya agak berbeda, karena selain mempermudah transfer uang, mata uang digital Petro buatan Venezuela dibuat agar bisa keluar dari dominasi dolar AS. Nilai Petro dipatok dengan harga minyak dan gas produksi Venezuela.
Langkah sejumlah negara dan bank besar adalah perwujudan dari sejumlah prediksi beberapa tahun yang lalu, bahwa teknologi blockchain yang berasal dari Bitcoin, akan mengubah wajah teknologi keuangan dunia: teknologi pengiriman dan wujud uangnya.
Dalam kacamata bisnis, peralihan teknologi lama ke teknologi baru akan melanggengkan tujuan bisnis yang lebih baik. Jikalau teknologi lebih murah daripada sebelumnya, akan mendorong lebih banyak pelanggan atau pengguna atau konsumen ke bisnis tersebut.
Bayangkan saja, jikalau mengirimkan uang menggunakan Western Union sebesar 50 juta rupiah ke negara lain, perlu waktu setidaknya 1 jam, dengan biaya transfer mencapai 750 ribu rupiah. Ini jelas sangat mahal dibandingkan menggunakan teknologi blockchain, dengan jumlah pengiriman uang sebesar apapun, biaya kirimnya tetap. Menggunakan Ethereum misalnya hanya perlu biaya Rp1.500 (rata-rata).
Di blockchain Bitcoin, pada 6 September 2019 lalu, mengirimkan Bitcoin senilai US$1 miliar hanya hanya perlu duit sekitar US$700. Mengirimkan uang menggunakan layanan perbankan biasa, biaya kirim duit sebesar itu perlu fee yang lebih besar lagi.
Teknologi blockchain untuk diterapkan di sektor keuangan memang tak dapat ditawar-tawar lagi. Bahwa halangan utamanya adalah peraturan, maka lambat laun peraturan akan muncul untuk mengkomodasi situasi yang ada. Jikalau blockchain menjadikan dunia lebih baik, karena lebih hemat, maka peraturan akan mengikuti itu, selayaknya manusia mengalami perubahan peradaban, misalnya yang terbesar: penemuan listrik, pesawat terbang, hingga mesin uap yang mendorong revolusi industri di Inggris. [*]