Menikmati Naik-Turun Harga Bitcoin
Anda tahu roller coaster, kan? Sebagian dari Anda tahu dan mungkin tidak menikmati mengendarai itu. Anda beralasan takut. Tapi, sebagian lagi sering mengendarainya berulang kali. Tapi ini tentu masalah selera dan tentu juga nyali. Bagi yang menikmati tentu punya karakter tersendiri, berani mengambil risiko dan enjoy. Manusia seperti itu ada dan nyata. Demikianlah hal dengan harga Bitcoin selayak roller coaster, naik-turun cepat tiada henti, tapi ada yang menikmati. Jumat dan Sabtu lalu, kita menikmati roller coaster yang agak renyah, karena dinilai dipicu oleh pidator Presiden Tiongkok Xi Jinping, bahwa Tiongkok harus senantiasa menggunakan teknologi blockchain agar inovasi terhadap sejumlah teknologi inti dapat dikembangkan. Ingat teknologi blockchain adalah teknologi asas yang digunakan pada Bitcoin.
Di sisi lain banyak pihak yang pesimistis tentang masa depan Bitcoin, walaupun karakternya seperti emas: langka, tidak dapat digandakan, aman dan bisa ditransfer selayak e-mail.
Bitcoin memang buatan manusia, tidak seperti emas yang diciptakan oleh Tuhan dan bentukannya oleh alam. Tetapi, emas sunggulah tidak dapat ditransfer selayak e-mail, karena ia bersifat fisik, bukan digital/virtual seperti Bitcoin.
Layak dipahami sebagai sebentuk aset baru, karena karakter utamanya itu, Bitcoin masihlah sangat-sangat baru. Sulit dipastikan, tetapi tak lekang oleh beragam prediksi. Prakiraan yang paling jelas dan kerap digunakan adalah, jikalau sebuah objek langka, dan pembelian terhadapnya stabil dan bahkan meningkat, maka nilai dan harganya juga meningkat. Ini rumusan umum dan kerap dijadikan sebagai premis utama memperhitungkan kenaikan sebuah objek bernilai/aset.
Nilai Guna
Nilai guna juga turut dijadikan sebagai variabel sebuah aset. Emas misalnya selain sebagai perhiasan, juga dibeli untuk kebutuhan industri, misalnya salah satu bahan dasar pembuatan kaki prosesor ponsel dan komputer. Pembelian untuk ini terjadi rutin dan turut berperan menstabilkan harga emas dan naik dalam kurun waktu tertentu.
Lihat saja sejak Januari-Juli 2019, harga emas terus naik sangat signifikan, yang diperkirakan sebagai akibat ketidakpastian ekonomi dunia, perang dagang AS-Tiongkok dan kemungkinan datangnya resesi global pada tahun 2020.
Pembelian secara rutin dan berskala besar tidak terjadi pada Bitcoin. Jelas Bitcoin ia tidak berperan dalam pembuatan prosesor. Namun, Bitcoin digunakan sebagai alternatif penukaran dengan objek lainnya. Kita bisa tak sebut itu sebagai metode pembayaran, tetapi ia punya “nilai tukar” terhadap objek lainnya yang juga bernilai. Bisa saja itu berupa barang ataupun jasa. Selama kita sepakat dengan itu, maka tidak menjadi masalah.
Ini sama halnya dengan tidak menggunakan uang dolar ketika Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. Kedua negara sepakat menggunakan cara barter singkong dan bahan alam-alam lainnya, cara paling tradisional, sebelum ada konsep uang sebagai standar. Dan itu terjadi, karena dianggap lebih efisien dan murah daripada menggunakan dolar dalam perdagangan bilateral.
Jadi, dalam konteks Bitcoin, harga bisa jadi naik jikalau pembelian terhadapnya stabil atau lebih tinggi lagi, dengan mengacu pada penggunaannya di dunia nyata, ya itu tadi, sebagai medium pertukaran barang atau jasa. Kalaupun digunakan pada pembelian retail, bisa menggunakan teknologi Lightning Network (LN) dengan biaya murah dan lebih cepat ditransfer.
LN memang masih dalam ujicoba dan pengembangannya terus menerus, tetapi pengguna dan penerapannya sudah semakin jamak. LN adalah pendekatan khusus agar skalabilitas dan penetrasi Bitcoin semakin meningkat.
Prediksi
Adalah sangat lazim untuk melakukan prediksi. Ini pun sangat tergantung pada siapa yang mengatakannya dan menggunakan pendekatan apa.
Salah satu prediksi yang menarik adalah dari sebuah bank besar di Jerman. Penelitinya menggunakan satu model yang lazim digunakan pada perdagangan aset tradisional seperti komoditas, seperti emas dan minyak. Analis itu bilang bahwa Bitcoin bisa mencapai US$90 ribu pada tahun 2020.
Manuel Andersch, Analis Senior di Bank Negara Bavaria, Jerman menyebutkan Bitcoin berpotensi naik menjadi US$90.000 pada tahun 2020.
Kesimpulan Andersch itu berdasarkan kajian matematis menggunakan model “stock-to-flow ratio“. Secara umum, model ini mampu mengukur tingkat ketangguhan (hardness) sebuah aset. Lazimnya model ini digunakan di pasar komoditas, seperti emas. Andersch juga menemukan bahwa ada kesamaan hasil pengukuran antara emas dengan Bitcoin.
“Jika pada Mei 2020, ketika Bitcoin Reward Halving dan sesuai dengan hasil model ini, maka harga Bitcoin mampu melaju ke US$90.000. Emas telah mencapai nilai stock-to-flow ratio yang tinggi, karena tangguh melampaui zaman hingga ribuan tahun. Bitcoin dengan mekanisme pembatasan suplai-nya, mampu mencapai kenaikan nilai stock-to-flow ratio yang juga tinggi. Dalam konteks Bitcoin ada hubungan kuat yang tak lazim antara nilai pasar Bitcoin dan rasio antara jumlah unit Bitcoin yang beredar (stock) dan Bitcoin yang tercipta berikutnya (flow),” katanya.
Andersch menyebutkan, bahwa jika pada tahun 2020 tingkat ketangguhan (hardness) Bitcoin naik, maka tingkatnya akan setara dengan emas saat ini. Andersch merujuk pada mekanisme Bitcoin Reward Halving tahap ke-3 yang diperkirakan akan jatuh pada Mei 2020.
“Tingkat ketangguhan akan naik seterusnya secara masif pada Bitcoin Reward Halving berikutnya lagi, yakni pada tahun 2024,” jelasnya.
Network Effect
Network Effect adalah teori yang dipopularkan oleh Robert Metcalfe (penemu Ethernet) pada tahun 1980-an di bidang jaringan elektronik. Kini lazim disebut sebagai Metcalfe’s Law, ia menegaskan perkembangan jaringan komputer atau perangkat lain yang bisa saling terhubung merepresentasikan nilai dari jaringan itu sendiri.
Dampak komunikasi dari jaringan itu, katanya, adalah kuadrat dari jumlah node (simpul) pada jaringan itu sendiri. Misalnya di dalam jaringan elektronik ada 10 simpul (komputer, telepon, mesin faksimili), maka nilai inherennya adalah 100 (10×10).
Internet misalnya adalah contoh terbaik. Pada awalnya kemunculannya pengguna Internet tentulah sangat sedikit, termasuk ketika awal pengembangannya di internal militer Amerika Serikat dan sejumlah kecil peneliti lintas perguruan tinggi.
Tetapi, nilai kecil itu didistribusikan kepada publik, efeknya bisa Anda rasakan sekarang: Facebook, Twitter, eBay dan lain sebagainya, karena semakin banyak orang membuat konten, mengembangkan teknologinya dan lain sebagainya. Motifnya tunggal: ada manfaat sosial dan bisnis di dalamnya, tetapi ditegaskan oleh efek jaringannya yang tanpa batas lintas benua. Singkatnya Metcalfe’s Law adalah penakar kapasitas, dampak dan nilai sebuah jaringan.
Konsep itu kemudian diadopsi di ranah ekonomi, sehingga mampu menggambarkan fenomena eBay. Situs itu mungkin bukan cara yang keren untuk melakukan lelang, tetapi popularitasnya tak menurun dan menarik bagi banyak orang. Karena eBay punya resep khusus untuk mempertahankan itu, maka kekuatan jaringan kian memperkokoh eBay untuk menjawab persaingan. Secara singkat Metcalfe’s Law adalah pendekatan atau alat ukur terhadap kapasitas jaringan.
Kajian cukup serius soal Network Effect pada Bitcoin ditulis oleh Timothy Peterson Pendiri perusahaan Cane Island Alternative Advisors, LLC pada tahun 2017 dalam “Metcalfe’s Law as a Model for Bitcoin’s Value” di jurnal Alternative Investment Analyst Review. Ia menyimpulkan bahwa Bitcoin (besaran supply [yang terbatas] dan demand terhadap Bitcoin) sesuai dengan teori Metcalfe’s Law (khususnya sesuai dengan prinsip utamanya, yakni homogeneity of the transactions), di mana semakin banyak partisipan di dalamnya, akan terus meningkatkan nilai Bitcoin.
Jadi, selayaknya investasi yang lain, berinvestasi pada Bitcoin dikembalikan lagi kepada tingkat kepercayaan Anda masing-masing. Itu pun sangat bergantung pada jenis dan informasi bagaimana Anda merujuknya. Happy Sunday rolling, folks!