Mungkin Bisa Ditiru Blockchain: Metode Ulur-Tarik Kebijakan Moneter
Karena berasaskan prinsip pasar bebas, yakni permintaan dan penawaran, volatilitas kripto sangatlah tinggi. Ditambah dengan kenyataan adopsi kripto tak seluas dan sestabil uang fiat, tak heran, uang kripto belum dianggap sebagai “payment method” yang sebenarnya setidaknya dari kacamata pendukung uang fiat yang mengharapkan harganya stabil.
Ini sebenarnya masalah trust saja. Saat ini tidak sedikit pula kaum millenial yang berminat dibayar dengan kripto atas jasa yang diberikannya. Mulai dari jasa menulis (copy writing) hingga sebagai community manager untuk sebuah proyek ICO. Toh, di atas itu semua, adopsi teknologi blockchain sebagai asasnya dinilai akan berkembang lebih luas lagi dalam beberapa dekade mendatang, mengingat perusahaan kelas dunia juga telah menggunakannya.
Dalam perkembangan itu pula, beberapa pengembang blockchain hendak menghadirkan algoritma khusus yang mampu meniru ritme kebijakan moneter (monetary policy) sebuah negara atau yang disebut algorithmic central bank. Kebijakan moneter dalam hal ini adalah kebijakan dan regulasi dalam mengatur sirkulasi uang berwujud digital. Artinya, negara bisa saja membuat uang kripto berbasis blockchain yang tak lagi berwujud kertas dan logam termasuk uang elektronik yang selama ini digunakan bank untuk memberikan pinjaman. Dengan kata lain uang kripto yang stabil kelak menjadi pilihan negara membuat uang yang sah dan resmi, asalkan algoritma blockchain-nya mampu meniru prinsip dasar kebijakan moneter sebuah negara.
Sebelum beranjak ke arah teknis apa itu algoritma kebijakan moneter, mau tak mau kita harus memahami terlebih dahulu apa itu kebijakan moneter sebuah negara, karena karakter itulah yang hendak ditiru dan divirtualisasikan oleh blockchain agar uang kripto yang dikendalikan negara dapat disebut stabil. Kajian teknis akan kita bahas dalam tulisan berikutnya.
Uang Diciptakan dengan Mekanisme Utang?
Asal tahu saja, apa yang hari ini kita sebut sebagai uang, tak lagi diasaskan pada harga emas murni. Itu terjadi sejak 1972 di Amerika Serikat, di mana harga dolar menjadi patokan banyak negara di dunia. Karena digantikan dengan asas regulasi negara soal uang, dalam hal ini dilakukan oleh bank sentral dan otoritas jasa keuangan, maka peredarannya juga bergantung pada hukum permintaan dan penawaran. Uang berwujud kertas dan logam (kartal) pun tak sebanyak yang Anda bayangkan. Kisarannya rata-rata 3-10 persen dari total uang yang beredar.
Selebihnya adalah uang giral (cek, giro, telegraphic transfer) dan uang kuasi (deposito berjangka, tabungan dalam rupiah dan saldo rekening valuta asing milik penduduk). Uang giral dan uang kuasi adalah uang elektronik yang dibuat berdasarkan prinsip credit alias debt alias utang dalam aktivitas peminjaman di bank. Bunga hasil peminjaman adalah uang baru yang tercipta dalam proses itu.
Tugas utama bank sentral adalah mengendalikan inflasi sekaligus mencegah munculnya resesi. Ini yang disebut sebagai kebijakan moneter (monetary policy). Bank Sentral dapat memperlambat pertumbuhan dengan memperketat peredaran uang, yang merupakan jumlah total dari kredit yang diperbolehkan ke dalam pasar. Aksi bank sentral ini dapat mengurangi likuiditas pada sistem keuangan, membuat pinjaman ke bank semakin tak terjangkau. Itu selanjutnya melambatkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan, yang mana kian menekan harga uang itu sendiri.
Secara umum kebijakan moneter terdiri dari sejumlah tindakan bank sentral sebuah negara, dewan mata uang atau komite regulasi lainnya, dalam menentukan besaran (size) dan harga (rate) dari pertumbuhan (growth) peredaran (supply) uang di masyarakat. Kesemua itu pada akhirnya akan berdampak pada besaran suku bunga (interest rates). Kebijakan moneter juga untuk menjaga modifikasi suku bunga, pembelian dan penjualan surat utang negara, dan mengubah jumlah uang yang dibutuhkan yang disimpan oleh bank negara (vault/bank reserves).
Mekanisme Ulur-Tarik
Ada dua tipe kebijakan umum yang dianut bank sentral sebuah negara, yakni expansionary (ulur) dan contractionary (tarik). Walaupun istilah “tarik” dan “ulur” itu tidak terlampau tepat, setidaknya dapat menggambarkan konsep dasar kebijakan moneter sebuah negara. Anda bisa saja menggunakan istilah “buka” dan “tutup”, jika perumpamannya adalah kran air.
Metode expansionary dilakukan dengan menambahkan jumlah uang ke masyarakat untuk menekan angka pengangguran, merangsang sektor swasta untuk meminjam yang ke bank dan mendorong konsumsi masyarakat.
Artinya, dengan jumlah uang yang banyak berada di kantong Anda, maka itu cenderung mendorong Anda menggunakan uang itu untuk belanja barang dan jasa. Dengan banyaknya uang di bank, pihak swasta diharapkan meminjam uang untuk menjalankan proyeknya. Dengan uang yang banyak pula, jumlah pengangguran diharapkan tertekan, karena perusahaan yang meminjam uang tadi memerlukan tambahan pekerja untuk menjalankan proyeknya. Berikutnya, pekerja yang berjumlah banyak dan dengan gaji yang cukup akan cenderung berbelanja.
Dengan proses yang berjalan baik, maka ketiga hal itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang baik pula. Kebijakan moneter expansionary, yang berjuluk easy monetary policy, diterapkan luas oleh sejumlah bank sentral sejak krisis keuangan global tahun 2008 silam, tatkala suku bunga sangat rendah dan pada beberapa kasus justru hampir nol.
Sedangkan suku bunga (interest rate) adalah mekanisme yang digunakan untuk menunjukkan time value of money (TVM). Suku bunga sering juga disebut dengan discount rate dan opportunity cost rate. Masalahnya, TVM setiap orang maupun badan usaha berbeda-beda. Faktor lain yang berpengaruh TVM adalah inflasi (rate of inflation). Perhitungan bunga (interest) bisa berdasarkan suku bunga (interest rate) baik simple atau compound (bunga-berbunga).
Sedangkan kebijakan moneter contractionary memperlambat suplai uang di pasar untuk mengendalikan inflasi. Namun, pada saat yang bersamaan, terkadang metode ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, yakni meningkatkan angka pengangguran, dan menekan belanja dan peminjaman oleh masyarakat dan perusahaan. Contohnya adalah intervensi Bank Sentral Amerika Serikat pada awal tahun 1980-an. Alih-alih ingin menahan laju inflasi yang hampir menyentuh 15 persen, Bank Sentral menaikkan suku bunga hingga 20 persen. Akibatnya resesi pun tak dapat dibendung.
Bank sentral menggunakan banyak cara untuk membentuk kebijakan moneter. Langkah pasar terbuka (open market), misalnya akan secara langsung berdampak terhadap peredaran yang melalui pembelian surat utang negara (SUN) berjangka pendek (untuk meningkatkan jumlah uang/ulur) atau menjual SUN itu (untuk mengurangi jumlahnya/tarik). Dengan mengacu pada standar suku bunga, seperti LIBOR dan Fed funds rate, akan memengaruhi permintaan akan uang dengan meningkatkan atau merendahkan biaya kredit (meminjam uang).
Di kala biaya peminjaman uang murah, perusahaan akan terdorong untuk berutang dan terus berutang kepada bank. Dengan uang itu perusahaan berinvestasi lewat biaya gaji dan perluasan bisnis. Di sisi lain masyarakat umum juga berkehendak serupa dengan menambah pinjaman dalam jumlah besar. Beberapa di antaranya membeli barang dengan cara mencicil dengan rentang waktu pengembalian yang pendek. Sebagian lagi akan mendapatkan insentif yang lebih dari investasinya di dunia saham dan aset lainnya, ketimbang menyimpannya di bank dalam bentuk tabungan biasa.
Di sisi lainnya, pembuat kebijakan (policy maker) mencoba mengelola risiko itu pada sistem perbankan, dengan mewajibkan bank mencadangkan sejumlah uang di dalam kasnya. Jika bank mampu membuat cadangan yang lebih tinggi, diharapkan itu mampu meredam jumlah pinjaman dan mengendalikan inflasi. [vins]