Paul Saffo, Kita dan Kripto Itu
Pasar kripto saat ini sedang memerah. Tapi merahnya pasar mungkin dipandang berbeda oleh beragam investor. Bagi yang hakul yakin, merahnya pasar belum terlampau merah. Yang terakhir ini, ia bisa saja menyebutnya semerah delima muda, sehingga masih layak dikoleksi dalam jangka panjang. Bagi yang panik, mereka dengan mudahnya memandang pasar laksana merah darah yang lebih pekat. Keputusan dalam pikiran pihak seperti ini biasanya absurd dan menggiring mereka ke asas yang lebih tak masuk akal lagi.
Situasi seperti ini mencengkeram komunitas di grup-grup telegram, yang terkadang kontraproduktif dengan situasi sebenarnya. Tak sedikit di antara mereka membuat pernyataan-pernyatan tak berasas, terlebih-terlebih tak memahami bahwa investasi kripto adalah investasi terhadap teknologi. Tak menyadari keandalan teknologi blockchain adalah hebat, ditambah perkembangannya yang masih hijau, adalah kelemahan pernyataan-pernyataan itu.
Karena investasi memerlukan keyakinan (trust dan belief), maka di dalamnya perlu kesabaran dan kejernihan berpikir. Aroma keserakahan kerap muncul, karena ingin “cepat kaya” dalam waktu yang sangat singkat. Dalam perkembangan kontemporer blockchain, cara berpikir seperti tak lagi relevan. Harapan instan sejatinya adalah egoisme dan buruk bagi komunitas yang berharapan berbeda.
Secara khusus, beberapa yang gagal paham dan gagap pasar, memiliki kelemahan mendasar yakni, tak pernah sama sekali membaca secara seksama whitepaper yang dibuat pembuat koin baru dalam masa ICO. Dan mungkin tak sedikit pula tak pernah membaca whitepaper Bitcoin karya Satoshi Nakamoto. Itu jelas menyedihkan.
Artikel ini mencoba mendekati fenomena pasar kripto, baik bearish maupun bullish, dari kacamata “Hukum 30 Tahun Paul Saffo”. Sebagai sebuah teori, Paul Saffo memandang perkembangan teknologi perlu masa hingga 30 tahun agar dapat didopsi secara massal. Teori ini terbukti terhadap beberapa perkembangan teknologi sebelumnya, termasuk teknologi Internet yang digunakan oleh blockchain. Teori ini dengan sangat baik telah digunakan untuk menjelaskan perkembangan media massa yang dikebut oleh perkembangan teknologi. Salah satunya adalah dalam Mediamorfosis (2003) karya Roger Fidler. Oleh Fidler teori Paul Saffo dijadikan sebagai prinsip utama.
Ada wawancara menarik antara Paul Saffo dengan Karsten Lemm di majalah Earlybird pada tahun 2009. Dipublikasikan kembali pada April 2014, Saffo memrediksi mobile payment seperti Square mampu menantang kedigdayaan perusahaan bank. Saffo juga berkenan pandangannya soal uang di dunia virtual. Square, yang didirika oleh Jack Dorsey yang juga pendiri Twitter dan Medium, saat ini berkembang baik dan memiliki pengguna yang luas di banyak negara. Square bahkan telah memiliki aplikasi mobile pembayaran kripto. Berdiri sejak 2009 nilai market capnya kini mencapai US$26,3 miliar.
Kata Saffo kepada Lemm, selama beberapa dekade kita menyaksikan perubahan penggunaan uang kertas (currency) ke uang plastik (kartu kredit). Kita saat ini dalam tahap awal dari sebuah pertumbuhan besar dari uang plastik ke uang digital (digital money).
“Serupa dengan perkembangan di dekade awal dari uang kertas ke uang plastik, perkembangan awal ke uang digital, juga akan banyak sekali eksperimen. Banyak yang akan gagal dan sebagian lagi bertahan dan terus maju. Kunci sukses dari itu adalah prinsip universalitas, di mana ia harus terlihat bermutu agar dapat diterima di mana saja,” kata Saffo.
Namun demikian Saffo berpendapat, agak berbeda dengan prinsip universalitas, adalah kemampuan untuk menyimpan (to hold) jenis uang lain yang berbeda dalam satu tempat. Secara konkret, jelasnya, setidaknya harus ada satu sistem dalam satu perangkat yang secara cerdas memberitahu kepada pengguna ada jenis “uang termurah” dari segala macam jenis uang yang ada dapat dengan mudah digunakan di toko tertentu.
Dalam pandangan itu, Saffo mempertimbangkan bank harus melakukan perubahan mendasar di sistemnya. Katanya, “If banks aren’t the ones to destroy their old business model first, someone else most assuredly will.” Kalimat itu menggambarkan ancaman serius uang jenis baru terhadap bisnis perbankan dan menuntut bank tak berleha-leha dan terus mencari pembenaran diri dari regulasi yang mengekang dan jelas-jelas tak dinamis.
Di akhir wawancara Saffo meyakini sekadar 10 persen, tetapi dengan dampak tinggi, bahwa dalam 20 tahun mendatang, kita akan memiliki world currency. Kelompok bank akan bersatu dan membuat uang baru yang sangat popular digunakan banyak orang. Walaupun berkehendak yakin hanya 10 persen, Saffo percaya world currency adalah satu dari sekian banyak alasan, karena saat ini kita memiliki global economy.
Menurut Paul Saffo, rentang waktu yang digunakan gagasan baru agar benar-benar meresap ke dalam sebuah kebudayaan lazimnya rata-rata mencapai tiga dekade, setidaknya selama lima abad terakhir. Alasan perubahan dirasa begitu cepat adalah karena semakin banyak teknologi yang muncul pada waktu yang bersamaan. Inilah dampak persilangan yang tidak terduga dari teknologi yang tengah berkembang. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan tampak berlangsung begitu cepat dan seketika, merupakan sebuah kekeliruan.
Di dalam perkembangannya terdapat pola yang relatif yang mengalami percepatan, yang merupakan wujud dalam setiap gerak teknologi baru dari laboratroium ke dalam pasar. Dekade pertama, banyak kehebohan, teka-teki, tidak banyak penetrasi; Dekade kedua, banyak perubahan tanpa henti dan penetrasi produk ke dalam masyarakat di mulai; Dekade ketiga, adanya kejamakan dan setiap orang telah memiliki teknologi tersebut.
Hari ini masyarakat dunia baru merasakan dekade pertama uang kripto, sejak Satoshi Nakamoto merumuskan jenis yang elektronik pada tahun 2008. Anda menyaksikan ketakutan, ketidakpastian dan sejumlah keraguan. Di antaranya banyak kepanikan, karena pasar kripto secara global jatuh. Para pemimpin ternama di sistem keuangan global menambah galau pendatang baru dengan jargon-jargon lebih menakutkan lagi: bitcoin is a greatest bubble after Tulip mania. Pada akhirnya kita mengetahui sendiri orang-orang yang melontarkan pernyataan itu adalah juga pemain besar di kripto dan menangguk keutungan di dalamnya. Tanyakan tentang itu kepada Jamie Dimon dari JP Morgan dan George Soros.
Di segi lainnya kita banyak telah dan sedang mengalami ICO yang bodong, pemasaran gaya MLM dan skema piramida yang mengatasnamakan kripto. Tak luput dari perhatian kita ada beberapa negara membuat uang kripto yang tak jelas basis teknologi blockchain-nya.
Tanpa berandai-andai dan bukan prediksi dangkal, dua dekade berikutnya mungkin telah tampak. Setidaknya adopsi dan penerapan lebih dalam oleh korporasi besar termasuk bank-bank bersakala global. Startup pun bermunculan menghasilkan disrupsi dan mega trust yang tak pernah kita lihat sebelumnya sepanjang sejarah uang manusia.
Kita kini berada di persimpangan, karena untuk pertama kalinya manusia mampu membuat, memiliki dan menerapkan sendiri uang digital, baik yang berjalan dalam satu komunitas kecil, perusahaan ataupun yang global.
Jadi, ada satu masa di mana kripto mencapai “masa stabilnya”, seiring dinamika lain pada dirinya sendiri yang terus abnormal. Itu ditambah dengan daya tarik menarik kepentingan bisnis dan negara yang berharap kripto dapat dijadikan patokan selayak uang fiat.
Jadi, bagi Anda yang masih percaya dengan kripto dan ingin lebih percaya lagi, selayaknya mendalami kalimat Paul Saffo ini tentang “rabun teknologi” yang berbahaya: Rabun teknologi merupakan sebuah fenomena asing yang menyebabkan kita mengukur terlalu tinggi potensi dampak-dampak jangka pendek dari sebuah teknologi baru. Dan ketika dunia gagal memenuhi harapan kita yang terlanjur melambung, kita kemungkinan berpaling dan meremehkan implikasi jangka panjangnya. [vins]