Peraturan Terbaru OJK: Urun Dana Boleh Pakai Blockchain
Kemarin siang beredar berkas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) di kalangan pegiat blockchain Indonesia. Tajuk POJK yang berlaku sejak 31 Desember 2018 itu adalah soal urun dana saham (equity crowdfunding) yang dimungkinkan menggunakan beraneka teknologi informasi, salah satunya adalah blockchain, yang kita kenal selama ini adalah teknologi asas dari Bitcoin dan aset kripto lainnya.
Di satu sisi, ini dapat ditafsirkan sebagai angin segar bagi pemanfaatan teknologi blockchain yang luas di Indonesia, khususnya dalam pengumpulan modal dari masyarakat. Karena disebutkan di dalamnya boleh menggunakan teknologi blockchain publik atau private. Tanpa ada memberikan contoh blockchain publik, kita tentu dapat menafsirkan bahwa memungkinkan penggunaan blockchain Ethereum yang memang diperuntukkan untuk publik, bukan private seperti Proximax buatan NEM Foundation.
Itu juga bermakna perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas dan koperasi bisa mengumpulkan dana dari masyarakat dengan menggunakan token/coin/kripto sebagai medium pembayaran internal atau sebagai imbalan (reward) karena menggunakan blockchain publik itu.
Namun demikian, dalam peraturan itu juga tidak ada ada tertera sama sekali istilah “aset kripto” sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Menteri Perdagangan soal aset kripto sebagai komoditi. Istilah mata uang kripto dan lain-lain yang terkait juga tidak tertulis.
Dalam peraturan tersebut, OJK hanya menjabarkan definisi blockchain sebagai berikut dalam konteks “Contoh layanan pendukung berbasis Teknologi Informasi”: Yang dimaksud dengan “Blockchain” adalah layanan pembukuan transaksi keuangan berbasis Teknologi Informasi yang mencatat dan menyimpan data bukti transaksi atau ledger yang terdistribusi melalui jaringan komputer baik secara private maupun public.
Patut disoroti di sini adalah urun dana ini tidak boleh dilakukan oleh perusahaan terbuka alias “tbk” yang menjadi emiten di pasar saham di Bursa Efek Indonesia. Dan tentu saja, urun dana ini, walaupun dalam kategori pasar modal, bukanlah dimaksudkan akan di-listing di pasar modal sebagai penyertaan kepemilikan saham. Yang dimaksud modal berupa saham di sini adalahlah hanya diperuntukkan bagi perseroan terbatas dan koperasi yang baru berdiri alias startup. Konglomerasi atau perusahaan berbentuk holding company dilarang berpartisipasi di dalam urun dana ini.
Jadi kelak, Anda yang baru membangun perusahaan (perseroan terbatas atau koperasi) bisa mengumpulkan dana modal dari masyarakat melalui perusahaan yang lain menggunakan teknologi blockchain, yang disebut dalam peraturan itu sebagai “Penyelenggara”. Sedangkan Anda sebagai perusahan disebut sebagai “Penerbit”. Penerbit bisa secara langsung menawarkan saham kepada masyarakat, di mana medium teknologi informasinya disediakan oleh Penyelenggara. Disebutkan dalam peraturan itu, bahwa Penyelenggara berperan untuk: …menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Urun Dana.
Jadi, sampai di sini setidaknya kita agak berbangga dengan Pemerintah Indonesia, melalui OJK yang sudah memberikan jalan kepada teknologi blockchain agar dapat didopsi secara nyata dan luas, khususnya sebagai medium berjalannya investasi dan memiliki sumbangsih terhadap ekonomi bangsa ini. []