Persepsi Bitcoin Buruk dalam Kasus Russ Albert Medlin, Buronan FBI

Penangkapan Russ Albert Medlin, buronan FBI di Jakarta beberapa hari lalu menabuhkan persepsi buruk terhadap Bitcoin. Kelas aset baru itu dituding sebagai instrumen utama aksi kejahatan Medlin.

Persepsi itu setidaknya yang kami pantau di sejumlah media sosial, termasuk pesan-pesan yang berseliweran di Telegram. Bahkan ada pesan yang masuk ke e-mail kami mengatakan: “Kalau begitu buat apa Bitcoin, kalau dipakai untuk kejahatan?”

Tetapi mereka tidak bertanya seperti ini: “Kalau begitu buat apa uang rupiah, kalau dipakai untuk kejahatan prostitusi, karena Medlin menggunakan mata uang itu untuk menyewa PSK?”

Medlin dan Bitcoin
Medlin hanyalah satu dari ratusan mungkin ribuan orang di seluruh dunia yang menipu menggunakan kedok Bitcoin. Dalam kasus dirinya dengan FBI, Medlin adalah pendiri perusahaan BitClub Network yang beroperasi sejak tahun 2014 silam.

Perusahaan itu digambarkan bergerak dalam bisnis penambangan Bitcoin dan mengajak banyak orang di dunia, termasuk di Indonesia berpartisipasi di bisnis itu. Caranya adalah dengan menyetorkan sejumlah uang dan “investor” lantas bisa mendapatkan Bitcoin. Namun, tak hanya itu, agar imbal hasilnya maksimal dan mendapatkan bonus, maka harus mengajak investor yang lain untuk bergabung.

Yang kedua itulah yang bermasalah, karena imbal hasil investor sebelumnya sebenarnya didapat dari duit investor yang baru bergabung, bukan hasil penambangan Bitcoin yang sesungguhnya. Ini yang disebut sebagai skema ponzi yang sangat berbahaya. Pun demikian modus seperti ini ada di sektor lainnya yang tidak berkedok Bitcoin.

Jadi, dikembalikan pada persepsi di atas, bukan Bitcoin atau rupiah yang pantas disalahkan dan disudutkan, melainkan karakter manusia yang menggunakan dua instrumen bernilai itu.

Dalam perumpamaan berbeda, jikalau ada pencurian dua ton singkong oleh nenek-nenek, pantaskah singkong itu disalahkan?

Memang benar, bahwa dalam beberapa kasus rumit misalnya pencucian uang, Bitcoin sulit untuk dilacak. Tetapi, sulit bukan berarti tak bisa kan? Sebab, sejumlah penegak hukum di AS sendiri sudah mempunyai teknologi canggih untuk melacak kejahatan sejenis. Dan itu semakin mudah, karena mereka bekerjasama dengan perusahaan swasta, seperti Chainalysis atau Merkle Science.

Jadi dalam kasus ini, kebijaksanaan berpikir perlu lebih matang. Jikalau kenaifan diumbar-umbar dengan penuh kesadaran, itu pada hakikatnya adalah sebuah kepandiran. [*]

Comments are closed for this post.