Wajah Ganda Kripto (Bagian Ketiga)
Di Negeri Kincir Angin, Belanda, bank sentral negara itu menolak Bitcoin dan kripto lain sebagai mata uang. Ini sangat kontras dengan pernyataan pihak pengadilan Belanda, bahwa kripto adalah “transferable value”, sehingga statusnya setara dengan properti, seperti rumah dan tanah.
Dalam rancangan pandangan Pemerintah Italia melalui Kementerian Ekonomi dan Keuangan, menerangkan bahwa kripto adalah: representasi digital atas nilai (value)… yang digunakan sebagai alat untuk menukar (exchanges) dengan pembelian barang atau jasa. Ini jelas tidak menyatakan kripto sebagai properti, tetapi paralel dengan sejumlah pernyataan umum dari negara anggota Uni Eropa lainnya. Latvia, misalnya mengenali kripto sebagai medium pembayaran yang “contractual”. Istilah itu dekat dengan makna uang, tetapi lebih dekat lagi dengan segi fungsinya.
Swiss barangkali tergolong negara yang sangat ramah terhadap kripto berbanding dengan negara lainnya di Eropa. Secara resmi negara itu memposisikan dirinya sebagai “teras kripto dunia” bagi para trader dan pelaku bisnis. Pada tahun 2014 Pemerintah Federal Swiss menerbitkan sebuah laporan khusus kripto, yang menerangkan bahwa kripto dimaknai sebagai aset, bukan sebagai mata uang dalam proses pembayaran barang atau jasa.
Sejak saat itu regulasi yang lebih longgar ditawarkan kepada masyarakat dunia untuk menarik investasi dari banyak perusahaan fintech. Kedua perkembangan tersebut menjadi iklim dan pendekatan baru kripto di negara itu. Pada November 2017 wilayah distrik (setara kecamatan) Zug mulai menerima Ethereum dan Bitcoin sebagai metode pembayaran untuk biaya administrasi dan pembayaran lain terkait pemerintahan lokal. Ini secara efektif menggolongkan kripto sebagai bentuk uang. Langkah itu selanjutnya diikuti oleh Kota Chiasso pada Februari 2018 yang menerima pembayaran Bitcoin untuk pajak hingga setara dengan 250 franc Swiss.
Dari fakta-fakta di atas, negara terlihat enggan membuat definisi dan status tunggal terhadap kripto. Entah itu wujud kebingungan atau kegamangan merespons perubahan baru, yang pasti mekanisme yang kerap dilakukan adalah mencocokkan fenomena itu dengan regulasi yang telah ada sebelumnya, dengan harapan mampu memunculan peraturan-peraturan khusus. Di atas itu semua tujuan akhir adalah untuk menghindari sekaligus membendung penyalahgunaan kripto.
Pada artikel berikutnya kita akan melihat pandangan negara-negara Asia tentang kripto, yang kurang lebih memiliki keunikan sendiri berbanding negara di wilayah Barat (bersambung/vins)