Analisis Teknikal Bitcoin Pasca Koreksi Besar, Kapan Bullish?

Sejauh ini, berdasarkan analisis kami sebelumnya pada akhir Desember 2021, benar bahwa harga Bitcoin (BTC) terus tertekan. Kala itu kami menggunakan dua indikator sederhana, yakni Moving Average (MA) dan Relative Strength Index (RSI). Bagaimana dengan situasi terkini, ketika harga kripto nomor wahid ini sempat anjlok hingga US$34 ribuan.

Pada 29 Desember 2021 lalu, kami sudah mengetengahkan analisis teknikal untuk Bitcoin. Kesimpulan ketika itu adalah, bahwa harga BTC berpotensi terus tertekan, karena MA50 sedang bergerak melampaui MA200 di time-frame harian. Itu adalah hasil akumulasi death cross yang terjadi pada time frame 4 jam. Dan akhirnya, pada 10 Januari 2022, death cross di time frame harian benar-benar terjadi dan diikuti candle stick yang terus merosot.

Sejauh ini, hingga 24 Januari 2022 pukul 12:03 WIB, titik rendah peluruhan ini adalah US$34 ribuan yang terjadi pada 22 Januari 2022. Ini sekaligus menggambarkan koreksi hingga 50 persen dari puncak tertinggi sepanjang masa, yakni US$69 ribuan (10 November 2021). Ketika artikel ini kami susun, dari level terendah itu, harga sempat rebound tipis sekitar 7 persen di kisaran US$36.570 (23 Januari 2021), lalu menghujam kembali ke US$35 ribuan.

Koreksi Cukup Mengejutkan

Secara teknikal, koreksi Bitcoin ini cukup mengejutkan, setidaknya dalam konteks indikator RSI di time frame harian. Pasalnya, RSI harian sudah berada di indeks 20 (jauh di bawah indeks lazim, yakni 30). Ini menandakan harga sudah berada di posisi sangat oversold. Jika dibandingkan dengan situasi sebelumnya, posisi ini teramat mengejutkan, karena melampaui oversold 17 Mei 2021 yang hanya di indeks 23.

Posisi oversold teresktrim sebelum ini adalah adalah pada 12 Maret 2020 di kisaran 15,9 dan melampaui oversold 25 September 2019. Ketika itu, seperti kita ingat bersama, harga BTC ambruk dari US$9.179 menjadi US$3.949 hanya dalam waktu 6 hari saja, hingga death cross terbentuk 1 hari setelahnya pada 14 Maret 2020. Dari sana harga terus menguat hingga golden cross muncul pada 12 Mei 2020.

Menarik pula jika kita membandingkan dengan posisi oversold pada 17 November 2018 yang mencapai titik sangat esktrem, yakni 10,12. Artinya posisi oversold Maret 2020 tidak melampaui tahun 2018 lalu.

Nah, jika kita menarik garis tren posisi oversold sejak 2018 hingga 2022 ini, maka kecenderungannya adalah menaik.

Nah, jika posisi oversold saat ini akan melampaui posisi oversold Maret 2020, dan hampir menyamai posisi oversold 2018, maka harga akan tertekan lebih kuat lagi. Skenario itu diasaskan pada situasi ekonomi yang sangat jauh berbeda, yakni saat ini antara kombinasi pandemi yang tak kunjung usai, inflasi tinggi di AS dan kebijakan tapering pada tahun ini yang akan terus menguatkan dolar. Pun lagi tingkat korelasi positif antara pasar modal dan pasar kripto terus terjadi. Belum lagi melihat peraturan terkait kripto di banyak negara semakin ketat dan bank sentral bersiap menerbitkan uang digital yang diklaim lebih efisien daripada blockchain.

Bilakah Rebound?

Ingatlah bahwa analisis teknikal tidak mampu secara akurat 100 persen untuk melakukan proyeksi, tetapi hanya dengan analisis teknikal inilah kita punya panduan amat baik, karena berdasarkan data dan angka yang jelas.

Jika posisi oversold saat ini adalah panduan sebagai harga terendah, maka langkah entry kembali juga tidak keliru, sembari menanti harga rebound sepenuhnya.

Dan, jika menggunakan data historis berdasarkan hari-hari di antara death cross dan golden cross terbentuk, ada sekitar rata-rata 61 hari lamanya dan paling lama adalah 71 hari.

Jika menggunakan patokan itu, maka golden cross berikutnya diperkirakan akan terjadi pada awal Februari 2022 atau menggunakan rentang waktu terlama, yakni 71 hari, maka akan terjadi pada sekitar 21 Maret 2022. Patut dicatat, bahwa sebelum golden cross terjadi, maka lonjakan harga sangat siginfikan akan terjadi.

Fundamental Masih Sangat Baik

Ditilik dari segi fundamental, Bitcoin masih sangat baik. Ini cocok bagi Anda yang punya wawasan jangka panjang. Pertama, pada Desember 2017, untuk kali pertama nilai Bitcoin dijadikan acuan bagi produk Bitcoin berjangka di Chicago Mercantile Exchange (CME). Ini adalah pasar komoditas berjangka terbesar di dunia. Ini mencerminkan apresiasi besar terhadap kripto sebagai kelas aset baru yang bernilai, langka dan punya basis teknologi yang lebih baik daripada sistem keuangan konvensional.

Kedua, pembelian Bitcoin dalam jumlah besar oleh perusahaan swasta, baik publik dan privat, seperti Tesla dan MicroStrategy. Ini diikuti oleh banyak perusahaan lainnya dan berikutnya di tahun-tahun mendatang.

Ketiga, pada pertengahan 2021, untuk kali pertama nilai Bitcoin CME itu masuk ke pasar modal di Nasdaq dan NYSE lewat produk Bitcoin ETF. Lagi-lagi ini adalah mencerminkan apresiasi besar terhadap kripto sebagai kelas aset baru yang bernilai. Ingatlah bahwa pasar ETF AS adalah yang terbesar di dunia. Peringkat kedua adalah Uni Eropa. Bitcoin ETF sekaligus menegaskan korelasi positif antara pasar kripto dengan pasar modal. Proyeksi, kelak akan ada Bitcoin ETF berbasis spot market di AS, ketika regulasi di negeri itu semakin akomodatif.

Keempat, semakin banyak pula perusahaan hedge fund masuk ke pasar CME untuk berdagang Bitcoin berjangka, yang menawarkan alternatif investasi kepada perusahaan-perusahaan besar.

Kelima, Nilai Bitcoin juga akan ditentukan oleh perkembangan lebih lanjut soal pengayaan teknologi Lightning Network untuk penerbitan dolar digital USDT (Tether). Lightning Network ini akan terhubung langsung ke blockchain Bitcoin.

Salah satu penerapan teknologi Lightning Network terbesar saat ini sejak 2018 adalah di El Salvador, tapi ini untuk transaksi Bitcoin saja, belum untuk dolar digital USDT. [triv]

Comments are closed for this post.