Bicara Mata Uang Digital, The Fed Masih Terpental
Pada 13 Agustus 2020 lalu, Lael Brainard Gubernur Federal Reserve menggambarkan secara luas tentang langkah penelitian dan pengembangan oleh lembaga yang dipimpinnya soal dolar digital. Ini adalah penegasan resmi setelah Februari 2020 silam. Diadu dengan Tiongkok, siapa menang?
Pada Februari lalu ia mengatakan pihaknya terus meningkatkan penelitian terhadap Decentralized Ledger Technology (DLT). DLT adalah istilah lain bagi teknologi blockchain yang non-public dan memiliki karakter berbeda dengan blockchain publik biasa, seperti Bitcoin, Ethereum, EOS dan lain-lain.
Wacana itu tentu saja terkait dengan penerbitan versi digital murni terhadap mata uang dolar AS dalam konteks Central Bank Digital Currency (CBDC) yang telah lama dielu-elukan oleh IMF dan Bank Dunia.
Jikalau Anda sulit membayangkan bagaimana rasanya dolar digital, cobalah menggunakan Tether (USDT) sebagai stablecoin, yang sejak tahun 2015 menggunakan teknologi blockchain Bitcoin, lalu dikembangkan menggunakan blockchain Ethereum dan Tron.
Menggunakan teknologi itu, biaya kirim jauh lebih murah menggunakan layanan PayPal, bank, apalagi WesternUnion, karena tidak mengikut nominal yang dikirim alias flat.
CBDC juga disambut luar biasa oleh Bank Sentral Tiongkok sejak tahun 2014 lewat penelitian dan pengembangan yang super senyap. Hingga tahun Mei 2020, publik akhirnya menyaksikan ujicoba kehadiran yuan digital yang disebut-sebut sebagian menggunakan teknologi blockchain.
Bagi Tiongkok versi digital mata uang itu sejatinya diletakkan sebagai pengganti uang tunai (fisik/giral) yang beredar atau uang beredar, disebut juga dengan “M0”/M-Nol.
Ini berbeda dengan uang digital oleh Alipay dan WeChat Pay yang disebut dengan M2 (uang tunai di rekening bank komersial).
M2 adalah indikator jumlah uang beredar dan inflasi, dan seringkali merupakan pilar kebijakan moneter bank sentral. Dan dengan demikian bank sentral akan sangat prihatin, jika bagian dari jumlah uang beredar ini tumbuh tidak sinkron dengan bagian lainnya. Di sinilah peran CBDC itu.
Negara lain juga berlomba di CBDC, di antaranya Kamboja, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Swiss, Rusia, Inggris dan lain sebagainya. Motifnya apa? Satu yang utama, yakni efisiensi biaya dan kecepatan transaksi, termasuk akurasi kebijakan moneter dan tentu saja biaya produksi, sebab wujud uang digital lebih mudah dikendalikan daripada masih menggunakan uang fisik (kertas dan logam).
Di atas itu semua, Tiongkok masih tampak di depan dan menonjol. Sulit menampik fakta bahwa Tiongkok memulai perlombaan ini jauh lebih cepat dari negara lain, termasuk Amerika Serikat yang membanggakan dolar-nya sebagai mata uang utama di dunia.
J. Christopher Giancarlo, Mantan Ketua Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC) AS sudah berkali-kali bicara di depan wakil rakyat AS tentang dolar digital ini untuk bersaing dengan kemajuan Tiongkok.
Lantas, apa saja yang disampaikan Brainard soal dolar digital? Dia mengklaim, bahwa dirinya kerap memimpin diskusi di The Fed tentang DLT dan potensi CBDC itu. The Fed disebutkan juga aktif dalam melakukan penelitian dan eksperimen di bidang-bidang itu.
“Mengingat peran penting dolar, sangatlah penting bahwa The Fed tetap berada di garis depan seputar penelitian dan pengembangan kebijakan mengenai CBDC. Sebagai bagian dari penelitian ini, bank sentral sedang menjajaki potensi teknologi inovatif untuk menawarkan setara uang digital. Kami terus menilai peluang dan tantangannya sebagai pelengkap uang tunai dan opsi pembayaran lainnya,” kata Brainard.
Apa saja hasilnya selama ini? Kata Brainard, misalnya mereka (Federal Reserve Bank of Boston) bekerja sama dengan para peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Di bagian ini menegaskan pernyataannya pada Februari lalu, bahwa dalam upaya penelitian, pengembangan dan pengkajian dolar digital, mereka bekerjasama dengan beragam pihak, termasuk universitas dan perusahaan swasta.
Sejauh batin kami memandang, perihal mata uang negara berwujud digital ini, Amerika Serikat kalah jauh berbanding Tiongkok, malah kesan sangat lamban.
Lihat saja di Tiongkok sudah ada BSN (Blockchain-based Services Network) sejak April 2020, yang didukung oleh pemerintah. Bahkan beberapa hari lalu BSN mengumumkan membuka sistemnya agar bisa terpadu dengan blockchain Ehereum, EOS, Nervos, Tezos, NEO dan IRISnet.
BSN yang terbuka secara global, memungkinkan perdagangan dan e-commerce berlangsung di dalamnya. Sekali lagi ini menguntungkan Tiongkok sebagai tuan rumah teknologinya. Luar biasa!
Tetapi, besar pula kemungkinan pengembangan oleh The Fed sudah sangat matang di internal Bank Sentral, tetapi tidak terlalu diumbar kepada publik.
Pun lagi, terlalu terang benderang, punya dampak negatif juga ke ekonomi, mengingat akan mengubah secara fundamental wajah sistem keuangan dunia.
Bank Sentral Jepang pun sepertinya bertindak serupa, penuh kehatian-hatian, mengingat yen juga turut andil sebagai cadangan devisa Tiongkok dan negara sekutu dagang lainnya di Asia. [*]