Bitcoin versus Saham
Serupa dengan beberapa tahun lalu, pegiat pasar mata uang kripto terus membandingkan situasi nilai kripto dengan pasar keuangan tradisional seperti di Wall Street. Memang dalam bulan ini performa harga Bitcoin relatif baik berbanding dengan indeks S&P 500.
Harga Bitcoin sejatinya turun hingga 85 persen sejak harganya mendekati US$20 ribu pada medio Desember 2017. Pada awal Desember tahun ini, harga terbentuk di US$3.124 sebelum melonjak hampir US$4.237. Total koreksi hampir 35,5 persen.
Sementara itu Indeks S&500 terkoreksi turun selama 52 minggu di bilangan 2.940,91. Ketika masuk Desember 2018 aksi jual mulai terlihat, yang mengakibatkan kejatuhan hingga 20 persen di puncak pekan. Ini merupakan nilai terendah sejak April 2017.
Dalam kurun waktu serupa, indeks Dow Jones dan Nasdaq juga mengalami hal serupa. Ketiga-tiganya “hancur” sejak Oktober 2008 ketika krisis keuangan menimpa dunia. Secara keseluruhan S&P 500 longsor hingga 19,8 persen pada Selasa sejak penutupan pada 20 September. Nasdaq dan Dow masing-masing tertekan hingga 23,3 persen dan 18,8 persen sejak penutupan pada 29 Agustus 2018 dan 3 Oktober 2018.
Perbedaan fundamental
Harus diakui, perbandingan antara dunia Bitcoin dan S&P 500 bukan apple to apple. Mereka berbeda jauh. Ketika Bitcoin adalah aset yang berdiri sendiri (standalone asset), yang diperdagangkan melalui pasar retail dan Over the Counter (OTC), S&P 500 adalah indeks kapitalisasi pasar dari perusahaan-perusahaan publik raksasa di Amerika Serikat berdasarkan nilai pasarnya (market value). Setiap pasar merespons beberapa katalis spesifik, tanpa memunculkan korelasi definitif di antaranya.
Sedangkan Bitcoin yang terkoreksi pada tahun ini, setelah mencapai sasaran puncaknya tanpa mengonfirmasi permintaan yang nyata. Ini serupa dengan Ether, yang banyak digunakan untuk menggalang dana oleh perusahaan rintisan blockchain. Kenyataannya banyak yang gagal, alih-alih membuat bisnis yang scam. Faktor ini dan lainnya akhirnya meningkatkan tekanan jual terhadap Bitcoin dan mengakibatkan longsor yang lebih dalam.
Mata uang kripto baru-baru ini juga sudah menemui “harga lantai” terbarunya, yang mempengaruhi spekulator untuk mengumpulkan aset lebih banyak di harga yang lebih rendah. Ini yang ditafsirkan, bahwa pada tahun 2019 adopsi terhadap Bitcoin akan lebih banyak yang datang dari kalangan institusi besar (perusahaan, organisasi, pemerintah dan lain-lain). Ini kiranya yang akan mendorong trader untuk membeli di harga lebih murah lagi dan siap menjualnya ketika sasaran harga jual sudah tercapai.
Tak seperti Bitcoin, S&P 500 bereaksi dengan faktor makroekonomi, mulai dari kebijakan pajak oleh Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) hingga skenario politik global seperti sejumlah kebijakan Presiden Trump yang kontroversial. Cuitan terbaru ini misalnya membentuk sentimen pasar: Selasa lalu Sekretaris Kementerian Keuangan Amerika Serikat mencuit, bahwa ia telah berbincang dengan CEO 6 bank terbesar di Amerika Serikat. Ini pada akhirnya membentuk sentimen negatif di pasar yang ujung-ujungnya mendorong aksi jual saham dan sejumlah instrumen keuangan lainnya.
Melemahnya pasar keuangan tradisional selama kurang lebih 6 bulan ini juga didorong oleh perang dagang antara AS dan Tiongkok. Pertemuan bilateral antara dua wakil presiden kedua negara belum lama inipun tak mampu mendongkrak optimisme pasar saham di Amerika Serikat.
Di titik ini konsolidasi S&P diharapkan muncul hingga awal tahun depan. Kebanyakan trader dan pialang saham meninggalkan meja mereka selama libur panjang ini, yang sepertinya akan terus menggerus volume perdagangan.
Kesimpulan pendek berdasarkan perbedaan di atas, Bitcoin memang masih memimpin sebagai aset lebih bercuan dan lebih bertuan daripada pasar saham tradisional. Entahlah esok hari, ketika aset kripto semakin dominan untuk merepresentasikan saham di pasar tradisional itu. [diterjemahkan dari CCN]