Blockchain dan Model Baru Know Your Customer (KYC)

Mempercanggih konsep Know Your Customer alias KYC adalah satu dari sekian banyak faedah yang ditawarkan teknologi blockchain bagi industri keuangan. Fungsi distributed ledger yang menyimpan data riwayat transaksi nasabah, kini semakin kerap diujicobakan pada sistem KYC.

Belum lama ini, sebuah konsorsium yang terdiri atas badan Pemerintah Singapura dan sejumlah bank, termasuk HSBC dan Mitsubishi UFJ Financial Group menyelesaikan tahapan proof-of-concept bagi penerapan KYC berbasis blockchain. Langkah itu adalah langkah pertama yang pernah dilakukan di kawasan ASEAN, sekaligus ingin membuktikan sebuah itikad ilmiah terhadap teknologi baru. Prototipenya diujicobakan pada Februari dan Mei 2017 dan berlangsung tanpa halangan, bahkan di kondisi volume transaksi yang tinggi sekalipun. Diklaim secara sepihak, pendekatan itu disebut-sebut kedap intervensi pihak ketiga alias resistant to third-party intervention.

Pemerintah Singapura adalah satu dari sekian banyak entitas negara dan organisasi bisnis lainnya yang ingin tahu lebih jauh dan mencicipi keunggulan blockchain. Perusahaan konsultan Deloitte misalnya mengembangkan KYCStart di awal tahun ini. Aplikasi itu diklaim mampu menekan biaya onboarding dan monitoring, yang biasanya dalam KYC menjadi isu sentral. Konsorsium lainnya, R3 dengan produknya, Corda, juga mengembangkan hal serupa seperti Singapura, yakni upaya penentuan validitas identitas pelanggan.

Bagi sejumlah bank, menerapkan KYC ini secara tepat bukanlah hal mudah bahkan tidak murah, karena ini terkait pula dengan aspek AML atau Anti-Money Laundering yang merupakan syarat mutlak oleh PBB dan organisasi internasional lainnya. Menurut hasil penelitian Deloitte, pada tahun 2014 saja rata-rata anggaran khusus untuk AML yang dikeluarkan bank mencapai US$10 miliar.

Di sinilah blockchain dirasakan menjadi solusi murahnya. Melalui fungsi distributed ledger dapat digunakan untuk mencegah upaya penggandaan data, sekaligus menyediakan pangkalan data umum (common database) atas riwayat transaksi nasabah. Itu juga memampukan bank melacak aktivitas kejahatan. Misalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Chainanalysis dan Identity Mind dengan membuat blockchain untuk mengidentifikasi pola transaksi.

Terdapat beberapa model blockchain yang bisa diterapkan. Pertama, kumpulan data. Jika data-data penting, seperti dari badan-badan pemerintah, membuat satu simpul dan menyediakan sumber informasi terpercaya bagi pihak lain (misalnya klien). Maka, dapat dihindari tindakan curang klien menjual informasi tersebut kepada pihak lain.

Kedua, verifikasi data. Dengan akses penuh terhadap data utama dan menerapkan kriptografi, maka informasi identitas dapat lebih dipercaya. Hal itu pula dapat menyingkirkan validasi forensik yang tak memerlukan informasi eksternal.

Ketiga, penyaringan. Proses ini memang masih berjalan secara offchain. Oleh sebab itu identitas yang unik disiapkan bagi klien sebagai bagian dari proses verifikasi dan identifikasi atau dengan data identitas yang ada, dapat mengurangi kekeliruan, karena data setiap individu sudah akurat.

Keempat, pengawasan. Langkah ini dengan membuat rekaman tunggal dan identitas unik yang memungkinkan informasi keuangan termutakhirkan secara otomatis.

Kelima, pelaporan. Dengan blockchain, sangat memungkinkan mencegah data dapat diubah atau hanya diakses sebagian. Beberapa segi hanya akan diberikan izin untuk mengakses atau menyuntingnya.

Tantangan ke depan untuk memenuhi skenario itu adalah sebuah pembuktian keunggulan teknologi blockchain ini. Agar mampu melayani manfaat KYC secara global, maka diperlukan infrastruktur blockchain yang mampu menangani data yang sangat kompleks, logika bisnis dan mengakomodasi ribuan simpul di dalam jaringan.

 

Be the first to write a comment.

Your feedback