Edisi Senin Moonday

Kapan “to the moon?” Itu pertanyaan warga di Telegram yang terkadang semakin terdengar “ndeso”. Bagi yang paham, mengetikkan kalimat itu adalah sindiran. Sebaliknya bagi yang newbie, adalah jargon “wajib sebut”, supaya tidak disebut ndeso. Tetapi, apapun ceritanya, kabar baik muncul di pekan lalu, di kala hari ini pasar sedang berdarah, ketika BTC jatuh dari “ketinggian” US$4.139 menjadi US$3.843. Berikut rangkuman kabar sepekan lalu di hari Senin ini, yang bukan monday tetapi “moonday”.

Pertama. Tersebutlah sebuah Bank Frick di kota Liechtenstein, Jerman yang meluncurkan layanan DLT Markets AG. Tujuan layanan itu adalah memudahkan investor institusi mengakses sejumlah aset kripto. Bukan main-main, layanan itu resmi mendapatkan izin dari pemerintah. Tapi ingat, layanan ini hanya tersedia bagi institusi, bukan perseorangan. Ini paralel dengan kebijakan Bank Sentral Eropa yang mengizinkan perusahaan berbasis blockchain untuk menerbitkan token sekuritas resmi. Ini yang lazim kita sebut sebagai STO alias Securities Token Offering.

Kedua, Berdasarkan laporan dari media The Block belum lama ini, sejumlah sumber terpercaya mengatakan, beberapa bursa derivatif besar di Eropa berencana bersiap-siap meluncurkan layanan perdagangan kontrak berjangka khusus kripto. Kendati belum ada pengumuman resmi, setidaknya ada Eurex  buata Deutsche Börse yang tak lama lagi akan meluncurkan produk kontrak berjangka terhadap Bitcoin, Ethereum dan Ripple. Nasdaq di Amerika Serikat juga berencana melakukan hal yang sama. Ini mirip dengan kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Bappebti, Kementerian Perdagangan. Perlu diketahui bahwa pasar bursa berjangka alias futures, tidak memperdagangkan aset aslinya, tetapi harga kontrak terhadap aset tersebut.

Ketiga, ini kabar yang menarik dari negara jiran kita, Thailand. Kemarin, Badan Legislatif Nasional Thailand mengesahkan perubahan undang-undang Komisi Sekuritas dan Bursa Nasional, yang memungkinkan perusahaan menerbitkan token digital berbasis blockchain yang merepresentasikan nilai saham di bursa efek di negara itu. Ini serupa juga dengan sebutan STO itu. Setelah aturan main rinci dibuat, aturan tersebut berlaku pada tahun ini.

Sementara di Indonesia belum memungkinkan melakukan perdagangan efek (saham atau obligasi) seperti itu. Praktis penerapan blockchain di Indonesia hanya diakomodir berdasarkan aturan Bappebti dan Peraturan OJK soal penggunaan blockchain sebagai alat teknologi informasi untuk mengumpulkan dana dari publik alias equity crowdfunding. Dan itu hanya terbuka pada perusahaan rintisan alias startup bukan perusahaan terbuka yang sudah melantai di bursa efek.

Keempat, Pantera Capital, perusahaan yang fokus pada pendanaan bisnis berbasis blockchain, mengumumkan telah mendapatkan dana tambahan hingga US$125 juta. Sebelumnya, Pantera mendapatkan US$100 juta pada Agustus 2018. Pantera adalah perusahaan investasi di balik sejumlah ICO dan proyek terkait blockchain, di antaranya Coins.ph, yang akhirnya diakuisisi oleh Go-Pay asal Indonesia. Ada pula Bakkt yang mengontrol Bursa Saham New York yang sedianya akan mendapatkan izin dari Komisi Sekuritas AS untuk memperdagangkan produk kripto ETF (Exchanged Trade Fund).

Ya, kami tahu apa yang Anda pikirkan. Kedengarannya sangat seru, sekaligus membingungkan. Tetapi itulah kenyataannya, bahwa perusahaan-perusahaan keuangan tenar berlomba-lomba adu jurus untuk menggarap bisnis terkait kripto ini. Dan itu bermakna kripto adalah sebuah kelas aset baru yang diakui. Tampak gagah, kan?

 

Be the first to write a comment.

Your feedback