Ethereum di Bawah Lindungan Constantinople
Dalam beberapa hari ke depan, pembaruan (update) di sistem blockchain Ethereum akan dilakukan. Berkategori cukup besar, pembaruan berjuluk Constantinople ini akan membawa penaiktarafan (upgrade) yang sangat berarti bagi kemampuan blockchain Ethereum. Pembaruan yang dimulai di Ropsten Testnet ini pula akan menjawab beragam masalah yang terkait dengan difficulty bomb dan miner rewards.
Pembaruan akan berlangsung cukup intensif dan akan berdampak pada kompabilitas di dalam sistem, yang bermakna akan mengarah pada hard fork. Kendati demikian, bukan berarti menjadikan blockhain Ethereum akan terpisah (split), seperti yang pernah terjadi pada masa lalu, yang melahirkan Ethereum Classic.
Meningkatkan Performa
Konteks performa dalam hal ini adalah tentang kecepatan mengeksekusi transaksi. Kita tahu sendiri bahwa performa Ethereum sendiri cukup jauh berbanding dengan teknologi blockchain lain, seperti NEO, Achain atau NEM.
Untuk meningkatkan performa ini dilakukan pada Ethereum Virtual Machine (EVM), elemen terpenting pada jaringan Ethereum yang menangani rangkaingan kode-kode smart contract.
Langkah pertama adalah dengan membenamkan EIP 145 (Bitwise Shift Instructions), di mana sejumlah baris kode instruksi baru ditambahkan ke dalam EVM tersebut. Instruksi ini memungkinkan adanya proses peralihan sejumlah bilangan bit dalam dua arah, yakni dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Dengan cara ini, gas yang diperlukan 10 kali lebih sedikit daripada sebelumnya. Ini berarti biaya menjalankan smart contract tertentu akan menjadi lebih murah.
Sebagai catatan, EIP adalah singkatan dari Ethereum Improvement Proposal yang memungkinkan komunitas Ethereum mengajukan konsep pembaruan terhadap sistem. Jika mayoritas keseluruhan komunitas sepakat menerima, maka langkah pembaruan akan diterapkan.
Kemudian, akan ada EIP 1052 yang memperkenalkan cara baru yang membolehkan smart contract untuk memverifikasi kode atau smart contract lain secara lebih efisien. Selama ini verifikasi dilakukan dengan cara mengambil sejumlah kode dari smart contract lain, kemudian diverifikasi. Melalui cara baru ini, nantinya memungkinkan hash kode juga dapat diverifikasi. Hash dalam smart contract selayaknya sidik jadi kita, yakni sebagai identitas unik yang berbeda satu sama lain. Karena itu pula kode tidak dapat digandakan seenaknya.
Dihadirkan pula EIP 1014 yang memunculkan satu kanal khusus di Ethereum. Ini mirip seperti Lightning Network, di mana sebuah protokol tidak berjalan secara langsung di jaringan utama blockchain alias off chain. Ini secara signifikan akan meningkatkan performa Ethereum.
Kemudian ada EIP 1234 yang akan menunda (delaying) difficulty bomb dan mengurangi block reward.
Saat ini para penambang akan mendapatkan 3 ether sebagai imbalan (reward) menambang block baru. Inilah yang disebut sebagai block reward. Satu block baru terbentuk setiap 15 detik. Ini berarti ada 5-6 ribu block baru setiap hari. Dengan imbalan satu block sebesar 3 ether, maka 15-18 ribu ether baru bertambah ke dalam pasar (growing supply). Jelas ini adalah masalah besar, sebab ether yang semakin bertambah justru akan menekan harga ether itu sendiri.
Hal itu diasaskan pada prinsip, bahwa satu aset penting yang jumlahnya langka, maka akan meningkatkan nilainya dan sebaliknya. Jadi, jika jumlah ether yang beredar terlampau banyak, maka secara psikologis akan mendorong orang menjual ether, karena nilainya menurun. Ini yang disebut inflasi. Dengan kata lain, dengan kemampuan sistem Ethereum untuk menurunkan jumlah suplai, maka akan menekan kadar inflasi dan selanjutnya menaikkan harga ether di pasar.
Dengan tertekannya inflasi, maka akan menarik lebih banyak lagi investor baru, karena mereka menyadari harga akan lebih stabil. Jadi, mengurangi jumlah suplai adalah sangat penting. Bitcoin sendiri memang memiliki mekanisme serupa, bedanya Bitcoin berlangsung secara otomatis, di mana jumlah suplai akan berkurang sebanyak setengah di setiap 210 ribu block atau setara dengan periode empat tahun.
Beberapa pihak menyarankan, untuk menekan laju suplai ether adalah dengan mengurangi block reward dari 3 menjadi cukup 1 ether saja. Cara itu bisa jadi akan membuat harga ether melejit, tetapi dikhawatirkan akan mengurangi “uang masuk” para penambang. Patut diingat, bahwa peran penambang sangatlah penting di sini, karena berfungsi untuk memvalidasi dan memverifikasi setiap transaksi, sekaligus mengamankan jariangan. Nah, jikalau imbalan berkurang, dikhawatirkan akan banyak penambang akan hengkang dari sistem dan akhirnya membuat jaringan sangat rentan dari serangan. Jadi, variabel yang harus tetap adalah mempertahankan jumlah para penambang yang saat ini, mencegah mereka untuk hengkang.
Difficulty Bomb
EIP 1234 juga akan mengurangi aspek difficulty bomb. Istilah ini merujuk pada rencana Ethereum beralih algoritma konsensus, dari proof of work (PoW) menjadi proof of stake (Pos). Singkatnya begini. Saat ini para penambang ether harus memroses transaksi dan membuat sejumlah block baru. Sebagai imbalannya, diberikanlah ether (block reward).
Nah, jikalau Ethereum beralih ke PoS, maka peran penambang tidak akan ada, sebab di sistem PoS tidak istilah penambangan. Pihak yang melakukan verifikasi transaksi diistilahkan dengan “validator” dan jumlahnya pun tidak sebanyak miner node dalam sistem PoW. Di PoS berlaku aturan umum, bahwa pihak yang memiliki jumlah aset (staking) yang terbanyaklah yang berpeluang mendapatkan imbalan, dalam perannya sebagai validator.
Di titik ini, para penambang kemungkinan besar tidak sepakat dan tidak akan mengdopsi perubahan baru tersebut, tetapi tetap menjalankan versi yang lama. Di sini kemungkinan akan terjadi hard fork yang sesungguhnya. Di mana masing-masing kubu menjalankan sistem yang berbeda atau dalam situasi splitted, yang akhirnya memunculkan satu coin baru. Ini pernah terjadi pada lahirnya Ethereum Classic
Para pengembang Ethereum berusaha keras agar split ini tak terjadi lagi. Jadi, mereka menambahkan aspek difficulty bomb ke dalam protokol, sebagai satu mekanisme yang membuat penambangan block baru akan terus bertambah sulit dari masa ke masa. Di satu segi hal itu mustahil secara efektif dapat “membekukan” seluruh jaringan, sehingga tak dapat “digunakan”. Situasi itu disebut dengan Ethereum Ice Age dan kali pertama terjadi pada 7 September 2015.
Agar aspek difficulty bomb dapat berlangsung efektif, perlu dua hal berikut ini. Pertama, ia akan memberikan tekanan kepada para developer untuk terus memperbarui protokol, sebab mereka enggan masuk ke situasi Ice Age itu.
Kedua, ia akan mendorong pada penambang menerima sejumlah pembaruan, sebab kalau tidak, mereka justru tidak akan mendapatkan apa-apa. Atau dengan kata lain, mereka tetap di dalam sistem yang kelajuan difficulty-nya semakin tinggi.
Difficulty bomb adalah ide yang bagus, tetapi tak sempurna. Setelah diperkenalkan pada 2015, hasilnya tak seperti yang diinginkan, karena motif dasarnya adalah mengalihkan secara cepat jaringan Ethereum ke PoS. Akhirnya para pengembangkan tak ingin terburu-buru menerapkan Casper, yang secara konsep memasukkan PoS ke dalam Ethereum.
Jadi, Constantinople yang akan berjalan di Testnet beberapa hari ke depan adalah upaya lain untuk menekan para pengembang dan para penambang, sebuah situasi yang barangkali masih tak pasti.