Label Nilai Kripto

Pada artikel terdahulu, kami pernah memaparkan soal perbedaan antara makna nilai (value) dengan harga (price) dalam konteks kripto. Topik ini masih kontekstual dengan situasi terkini, yakni market cap kripto, khususnya Bitcoin yang turun drastis.

Membahas perbedaaan makna bukan berarti ada pemisahan masing-masing sebagai sebuah subjek, tetapi keterpaduan kedua-duanya yang saling terkait dan koheren. Pasalnya tidak akan ada harga, jikalau tidak ada nilai. Tidak akan ada harga Bitcoin yang fluktuatif, jikalau tidak ada subjektifitas nilai di dalamnya.

Maka, bincang-bincang soal nilai Bitcoin, kita tidak dapat menghindar dari keharusan kita memahami lebih dalam soal teknologi Bitcoin itu sendiri atau yang kini kenal sebagai blockchain. Jikalau Anda enggan menyelami sektor teknis pun tidak masalah, sepanjang Anda yakin, baik itu melalui sejumlah artikel atau pernyataan opinion leader yang bisa Anda percaya.

Pilihan lainnya adalah memainkan akal sehat kita sendiri, yang mana saya yakin masih kita miliki. Tapi terlebih dahulu menyingkirkan common sense yang lainnya, khususnya soal apakah uang yang kita kantongi saat ini memiliki nilai dalam rentang waktu yang panjang. Silahkan Googling terlebih dahulu.

Jikalau sudah, dan Anda menemukan uang dolar Amerika saat tidak bernilai dibandingkan 50 tahun lalu, termasuk rupiah tentu saja, apa pasal? Apakah itu menjamin Anda kaya raya dengan penghasilan satu bulan hanya 3 jutaan rupiah? Apakah itu sepadan dengan keringat Anda? Apakah itu sanggup membeli kebutuhan Anda sehari-hari? Apakah sebagian bisa Anda sisihkan untuk menabung?

Omongan soal kripto secara mendasar adalah pintu ideologis untuk masuk ke wacana yang berbeda dengan common sense yang ada di pikiran selama ini. Mari labuhkan ke pertanyaan tunggal berikut ini: Jikalau kita bisa mengirimkan pesan melalui surat elektronik secara cepat dan kita bisa menonton planet bumi dari stasiun luar angkasa NASA melalui Youtube secara langsung, mengapa dengan teknologi perbankan yang canggih itu, untuk mengirimkan uang antar negara perlu waktu 3-5 hari?

Menggunakan Bitcoin (terlebih-lebih pada wallet yang sudah berfitur Lighting Network) semuanya dilakukan secara instan bahkan lebih murah dan secepat mengirimkan e-mail. Bagi Anda yang terbiasa menggunakan Ripple, bahkan lebih murah dan cepat lagi.

Masalahnya kini adalah soal pengakuan resmi dari negara, apakah kripto dapat dijadikan sebagai alat pembayaran atau sebagian saja dibiarkan selayak emas (komoditi). Pengakuan melalui regulasi adalah sinyal akan pertumbuhan penghematan di sistem ekonomi itu sendiri. Bahwa korporat harus lebih lincah bergerak (agile) adalah syarat untuk bisa bersaing dengan korporat lain. Kelompok besar korporat yang efisien dalam satu negara, bukankah mampu menyumbangkan efisiensi di sistem ekonomi negara?

Murah, cepat, dan aman adalah efisiensi. Di situlah letak nilai kripto berbandingkan dengan uang tradisional, termasuk emas berbentuk fisik. Kita meninggalkan emas sebagai alat pembayaran, karena tidak praktis. Kita diminta oleh pemerintah untuk membayar tarif tol dengan uang elektronik berbasis rupiah adalah atas dasar kepraktisan. Termasuk kita tak harus membayar pembelian aplikasi Google Play dengan kartu kredit, tetapi cukup dengan pulsa ponsel.

Wacana elektronik peradaban manusia saat ini sejatinya masih casing-nya saja. Apalagi dalam konteks Indonesia. Bagi Anda yang non-elit berkuasa, Anda hanya bisa menanti dan menanti. Kedua belah pihak masing-masing punya motif, yakni antara kuasa koersif dan kebebasan. Antara melindungi dan mengambil cuan, antara pro privasi dengan kejahatan.

Jadi, jangan terlalu terbebani dengan price tag bitcoin. Sesekali menarilah, berikan cinta sebagai alat tukarnya, malam ini. []

Be the first to write a comment.

Your feedback