Memasuki Ranah “Bitcoin Maximalist”

Kendati Bitcoin bukanlah percobaan pertama tentang mata uang kripto desentralistik, tetapi Bitcoin harus diakui sebagai mata uang kripto yang sukses mendapatkan perhatian besar. Bitcoin masuk kali pertama di momen yang tepat: tahun 2008 ketika krisis ekonomi sedang melanda dunia dan bisnis berbasis Internet semakin marak. Bitcoin menggebrak panggung ekonomi dunia yang sudah lama larut dan terlena dengan uang fiat seperti dolar AS.

Percobaan pertama tentang mata uang kripto desentralistik dilakukan oleh David Chaum di Belanda pada tahun 1980-an melalui Digicash dan sempat popular di Amerika Serikat. David Chaum, yang kini sedang membangun sistem blockchain Elixxir, menginginkan Digicash berlaku di dua aras yang berbeda, yakni sentralistik, di mana bank bisa memindai aktivitas keuangan pengguna dan desentralistik, di mana pengguna terlindungi privasinya dan tetap bisa memilih apakah mau dipindai oleh pihak bank.

Tapi Digicash harus menerima kenyataan pahit. Ia bangkrut, pada tahun 1997 karena pasar belum siap menerimanya. David Chaum pernah bilang, bahwa sangat sulit meyakinkan orang banyak tentang pentingnya privasi dan bank dan sektor bisnis harus menghormati itu. Lagipula, katanya, industri perdagangan elektronik di masa kejayaan DigiCash belumlah lazim, sehingga penggunaan DigiCash lebih mudah ditolak.

Lantas datanglah Satoshi Nakamoto dengan Bitcoin, masuk ke dunia yang sudah marak dengan uang elektronik ala uang fiat, berikut bisnis daring yang sudah menggurita, dilengkapi dengan tingkah laku user data mining demi kepentingan pemasaran.

Bitcoin jelas berbeda dengan Digicash, dengan tingkat penerimaan dan tingkat keterkenalan yang jauh berbeda dengan generasi yang berbeda pula. Berkat keunikan Bitcoin, salah satunya yang utama karena ia desentralistik dan pendirinya tidak diketahui siapa, maka ia memiliki nilai yang tinggi dan tidak sedikit yang yakin dan menyebut dirinya sebagai “Bitcoin Maximalist”.

Entah siapa yang pertama menyebut istilah Bitcoin Maximalist. Tetapi, di Internet gaungnya sudah meluas sejak tahun 2017, terlebih-lebih ketika harga Bitcoin kembali masuk ke wilayah bull run pada awal 2019. Dua orang di antaranya yang ternama adalah Max Keiser dan Pompliano, yang juga kerap menghardik Wall Street.

Secara umum, Bitcoin Maximalist merujuk pada pihak-pihak yang yakin bahwa Bitcoin adalah mata uang kripto yang selalu nomor wahid, yang tak terkalahkah oleh mata uang kripto lain yang jumlahnya ribuan, khususnya ketika terlalu marak ICO yang tingkah lakunya lebih banyak yang “menipu”. Bahwa durasi transfer Bitcoin sangatlah lama, tetapi itu dianggap sebuah keunikan dan kelebihan: demi keamanan transaksi.

Berangkat dari keyakinan itulah, Bitcoin Maximalist memaparkan satu paradigma yang istimewa: Hold Bitcoin dalam rentang waktu yang lama, karena harganya akan naik. Itu didorong atas keyakinan bahwa uang fiat memiliki kelemahan sistematis (tidak memiliki nilai dan hanya menguntungkan pihak-pihak elit saja). Bahwa Bitcoin berseberangan dengan uang fiat adalah nilai-nilai yang sering diusung.

Kendati istilah Bitcoin Maximalist tidak jelas siapa yang memulai, setidaknya Vitalik Buterin, pendiri dan pengembang Ethereum pernah menjabarkan itu pada tahun 2016. Padahal dia sangat getol menggenjot smart contract dan fitur tokenisasi di Ethereum, sehingga memungkinkan orang membuat aset kripto sendiri.

Dulu ia pernah bilang bahwa Bitcoin Maximalism (bentuk kesadaran dan keyakinan) mencerminkan gagasan bahwa di tengah ekosistem yang marak dengan uang kripto yang tak terlalu diminati dan sulit bisa dipercaya, Bitcoin tetap melakukan dominasi dan monopoli terhadap uang kripto yang lain.

Vitalik menarik perbedaan antara Bitcoin Maximalist dengan orang-orang yang sekadar membeli Bitcoin lantas menjualnya kembali ketika harganya jatuh. Baginya lagi, Bitcoin Maximalist jauh lebih ideologis dan filosofis daripada yang sekadar mendukung Bitcoin dan menjadikannya lebih baik. Bitcoin Maximalist juga mempertimbangkan pendekatan “network effects“, di mana semakin banyak pengguna dan partisipan (network nodes) di dalam jaringan dan berinteraksi di dalamnya, maka nilai jaringan itu sejatinya sudah berlipat ganda.

Lantas, bagaimana dengan Anda yang lebih doyan membeli altcoin? Sebenarnya tidak masalah, toh ini tetap masalah keyakinan. Namun, Anda bisa meyakini pernyataan seperti ini: Silahkan beli altcoin, tetapi tidak di-hold lama seperti Bitcoin, tetapi juallah ketika memang imbal hasilnya sudah sangat terasa, lalu masuk kembali dan seterusnya begitu. Jadi, semuanya dikembalikan kepada Anda, seraya Anda mengetahui dan mengetahui fakta-fakta lain yang terkadang berjungkir balik. [*]

Be the first to write a comment.

Your feedback