Menyikapi Mata Uang Libra Buatan Facebook

Sulit untuk tak menyikapi soal mata uang kripto Libra yang dibuat oleh Facebook-Libra Association, sebab ia sejatinya berdampak global. Ada yang curiga sistem Libra adalah perpanjangan strategi bisnis Facebook berikut segala macam produknya. Namun, di sisi lain itu adalah pembuktian bahwa teknologi blockchain, yang awalnya diterapkan di Bitcoin, sangatlah berguna. Di titik inilah pula mungkin Mark Zuckerberg menjawab pertanyaan ini: seberapa besar adopsi teknologi blockchain. Ya, Facebook dengan lebih dari miliar penggunanya!

Facebook dengan duit yang tak terbatas mampu dengan cepat membuat sistem teknologi blockchain ini sejak tahun 2018. Tak heran banyak perusahaan dan organisasi yang mendukungnya dalam Libra Association, Jadi, facebook memang punya peran besar di dalamnya.

Ini dia anggota pendiri Libra Association: Mastercard, PayPal, PayU (terafiliasi dengan Naspers), Stripe, Visa, Booking Holdings, eBay, Facebook/Calibra, Farfetch, Lyft, Mercado Pago, Spotify AB, Uber Technologies, Inc., Iliad, Vodafone Group, Anchorage, Bison Trails, Coinbase, Inc., Xapo Holdings Limited, Andreessen Horowitz, Breakthrough Initiatives, Ribbit Capital, Thrive Capital, Union Square Ventures, Nonprofit, Creative Destruction Lab, Kiva, Mercy Corps, dan Women’s World Banking.

Mata uang kripto Libra memang tak seperti Bitcoin. Tak ada sistem penambangan di Libra, melainkan Delegated Proof of Stake (dPOS) sesuatu yang sangat lazim digunakan oleh blockchain EOS dan TRON. Sistem seperti ini dirasakan lebih efisiensi di sisi skalabilitas, karena mampu mempercepat transaksi per detik dibandingkan dengan Proof of Work (PoW) pada Bitcoin. Yang perlu dilakukan pada sistem dPOS adalah “membeli sebanyak mungkin aset kripto”, sewalah komputer cloud, lalu walah! Anda pun bisa berperan sebagai validator transaksinya (node) dan mendapatkan fee dari setiap transaksi.

Namun, ini bukan berarti Bitcoin ditinggalkan, mengingat Bitcoin memang unik pada dirinya sendiri. Jikalau Bitcoin menggunakan dPOS jelas ia mengkhianati komunitas dan penggemarnya. Dengan PoW pulalah, karakteristik emas dipertahankan.

Kemudian ada tanggapan soal sentralisme soal Libra ini oleh Facebook, kendati ada mitra anggota pendiri yang mengawasinya. Soal ini pun terkesan naif. Selama ini terlalu banyak dualisme antara sentralistik, desentralistik dan peran pihak ketiga (middleman) dalam sistem blockchain. Pihak sayap kiri menginginkan blockchain yang sejati itu adalah desentralistik sepenuhnya, padahal dunia di sekelilingnya masih sentralistik. Ingatlah, teknologi tidak bisa mengubah perilaku sosial dengan garis yang linear atau seketika, tetapi harus adaptif dengan kondisi di sekitarnya.

Dulu, dengan kehadiran e-mail versus surat pos misalnya, itu jelas guncangan hebat terhadap keberadaan kantor pos. Tapi, kini kantor pos adaptif dan lebih fokus pada pengiriman uang dan paket pos berskala besar. Perihal pengiriman informasi secara cepat sudah diambil alih oleh Internet oleh e-mail dan media sosial.

Menurut hemat kami, lihatlah dulu Facebook mau bikin apa dengan Libra itu. Toh, jikalaupun ada celah di mana dimanfaatkan besar hanya demi keuntungan Facebook semata, apa iya, setelah kasus Cambridge Analytica itu? Kami pikir, terlalu besar resiko bagi Facebook mau main-main seperti dahulu memanfaatkan Libra ini.

Namun, yang menarik adalah Libra akan menjadi pusat gravitasi teknologi keuangan dunia. Facebook akan menjadi entitas fintech raksasa abad ini, sembari bekerjasama dengan PayPal dan Visa. PayPal dengan duit sebesar apapun mustahil bisa membuat mata uang kripto sebesar Libra, karena basis penggunanya jelas tak sebesar yang dimiliki Facebook.

Atau parahnya adalah, mungkin pihak-pihak pendiri Libra Association bisa berbagi data dari transaksi di Blockchain Libra, lalu dijual kepada pihak pemasang iklan? Ya, bisa saja. Tetapi, tentu ada celah di mana pihak eksternal bisa mengawasi itu. [*]

Be the first to write a comment.

Your feedback