Nasib Bisnis Kripto India di Tangan Siapa

Pelarangan aktivitas kripto oleh Pemerintah India, memaksa bursa kripto Zebpay hijrah ke Malta. Kabar itu pertama kali diberitakan oleh portal berita Quartz, Kamis (18/10). Zebpay termasuk yang terbesar di India, melayani lebih dari 19 negara di dunia.

Keputusan itu adalah buah dari larangan keras Pemerintah India, utamanya tidak mengizinkan bank apapun di India untuk melayani transaksi dari perusahaan bursa kripto. Dari website Zebpay diketahui, perusahaan itu terdaftar di Malta, tepatnya di Jalan Triq Stella Maris, Kota Sliema. Dalam penelusuran di Google Map, kota tersebut berada di sebelah Barat Pulau Malta, tak jauh dari tepi pantai. Di negara pulau itu, Zebpay terdaftar dengan nama Awlencan Innovations Malta Limited.

Dengan wilayah operasional baru itu, berdasarkan aturan dari Pemerintah Malta, Zebpay hanya diperbolehkan melayani 20 negara, tidak termasuk India.

Sejak April 2018, Bank Sentral India dan lembaga pemerintah terkait melarang aktivitas perdagangan kripto. Zebpay sendiri mengumumkan menghentikan operasional pada 28 September lalu. Sebelum membuka kantor di Malta, diketahui pula telah membuka kantor di Singapura.

Pertumbuhan nasabah di bursa kripto di India mengalami masa puncak pada November-Desember 2017. Rata-rata beberapa bursa kripto di sana mendapatkan 300 ribu nasabah baru setiap bulan. Diperkirakan, dengan lanjutan larangan itu, jumlahnya berkurang hingga 25 ribu nasabah. Untuk bursa yang lebih kecil jumlahnya mungkin lebih kecil lagi.

Komunitas kripto di India bukannya tak ingin melunakkan hati pemerintah, karena sempat mendesak parlemen untuk membuat sebuah komite khusus yang membahas kemungkinan membuat regulasi khusus soal kripto. Meski pihak berwenang mengiyakan usulan tersebut, keputusannya hingga detik ini tidak jelas.

Tak hanya soal bisnis, soal kemungkinan India akan kehilangan talenta di bidang blockchain pun menjadi wacana hangat di sana. Menurut laporan News18 melalui CCN Sabtu (22/09), sejumlah besar developer, penyedia layanan dan organisasi lainnya di industri blockchain dan kripto India sudah minggat atau sedang dalam proses pindah ke negara lain dengan regulasi lebih ramah seperti Thailand, Estonia dan Swiss.

Sebelumnya, pemerintah pusat India mengeluarkan beragam regulasi dan larangan demi mengendalikan industri kripto India, dengan dalih memerangi pencucian uang dan penghindaran pajak. CCN melaporkan pada Kamis, (13/09), bahwa Reserve Bank of India (RBI) mengajukan surat keterangan kepada Mahkamah Agung yang menyatakan Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di bawah konstitusi India atas pertimbangan Klausul Penciptaan Uang (Coinage Act) dan Klausul RBI, serta karena tidak ada kerangka legal yang mengaturnya.

Karena berita ini dan beragam tindakan lainnya yang diumumkan badan pemerintah dan pejabat, ekosistem kripto di India kehilangan talenta dan modal seperti yang pernah terjadi ketika talenta industri teknologi India pindah ke Silicon Valley di Amerika Serikat.

Ekosistem blockchain, termasuk developer, kriptografer, trader, platform bursa kripto, penyedia layanan blockchain serta organisasi terkait lainnya sedang memasuki tahap awal hilangnya tenaga kerja yang bisa berakibat fatal bagi industri yang terbilang baru lahir ini.

Tenaga kerja di bidang kripto dan blockchain di Asia tumbuh sebesar 50 persen. Sejumlah pemerintah melihat blockchain sebagai salah satu dari tiga teknologi inti di revolusi industri keempat selain big data dan kecerdasan buatan. Jika India bersikeras tetap melarang semua aktifitas perdagangan kripto, ia bisa terkucilkan dan tertinggal jauh.

Eropa yang memiliki ekonomi besar, terus tertinggal di belakang Jepang dan Korea Selatan dalam hal volume perdagangan dan pertumbuhan industri kripto sejak 2012, dikarenakan Eropa pada awalnya menolak kehadiran pasar kripto.

Minggu ini, European Commision, cabang eksekutif yang merancang undang-undang untuk kawasan Uni Eropa, mengakui sektor kripto sebagai industri yang sah setelah melihat perkembangan industri kripto yang pesat kendati volatil.

Pada Desember 2017 Pemerintah India menyatakan bahwa Bitcoin dan kawan-kawannya adalah skema Ponzi. Dalam sebuah pernyataan oleh Kementerian Keuangan India disebutkan “virtual currency” tidak memiliki nilai instrinsik dan tidak disokong oleh aset apapun, serta bukanlah sebagai alat tukar yang sah.

Hingga April 2018, sejumlah bank di India memperingatkan nasabahnya, tentang resiko perdagangan dan investasi kripto. Berdasarkan penyelidikan Inc42, beberapa bank bahkan memutuskan hubungan kerjasama dengan beberapa bursa kripto di India. Di saat yang sama, Bank Sentral India (RBI) memerintahkan bank untuk meneruskan kebijakan tersebut.

 

 

Be the first to write a comment.

Your feedback