Peran CBDC Tingkatkan Kesadaran Terhadap Bitcoin
Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Mata Uang Digital Bank Sentral dan Bitcoin kiranya saling memengaruhi. CBDC lahir karena terinspirasi dari teknologi blockchain Bitcoin dan Bitcoin (BTC) bisa semakin popular karena CBDC.
Istilah CBDC mulai popular sejak tahun 2018, ketika IMF dan BIS mengetengahkan kajian mendalam soal penerapan teknologi blockchain atau Distributed Ledger Technology (DLT) untuk menerbitkan dan mentransfer versi digital uang yang diterbitkan oleh negara melalui bank sentral.
Namun, jauh sebelumnya itu, yakni tahun 2014, bank sentral Tiongkok sudah meneliti dan mengembangkannya. Lalu mulai pertengahan 2020 sudah mengujicobanya secara luasa.
Alasannya sederhana, karena dengan sebagian menerapkan teknologi blockchain untuk yuan digital mereka, efisiensi akan tercapai, dibandingkan teknologi transfer uang yang ada saat ini, seperti menggunakan SWIFT untuk pengiriman uang lintas negara yang berlaku sejak tahun 1973-an.
Yang jelas, satu-satunya dan pertama kali menerapkan teknologi blockchain untuk menerbitkan uang digital adalah Bitcoin, yang diciptakan oleh Satoshi Nakamoto pada 2008 silam.
Dari Bitcoin-lah, penerapan mata uang digital oleh perusahaan swasta, organisasi sosial, termasuk bank sentral sebagai lembaga negara terinspirasi membuat hal serupa.
Namun CBDC jelas amat berbeda dengan Bitcoin. CBDC utamanya harus bersifat sentralistik dan sistemnya perlu dikendalikan dan diawasi langsung oleh negara.
Itulah sebabnya, dalam konteks CBDC, blockchain lebih lazim dikenal dengan DLT, karena lebih bersifat sentral dan tidak public. Namun, prinsip kerja utamanya sama, yakni rincian transaksi didistribusikan di sejumlah node (simpul) jaringan.
Nah, sejauh ini kita dapat pahami bahwa Bitcoin berdampak besar pada perubahan pada sistem keuangan dunia di masa depan, sebab sejumlah negara pada tahun depan terus bergerak mengujicoba mata uang digitalnya, antara lain, Uni Eropa, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Tiongkok yang tercatat sebagai pioneer.
Memang teknologi canggih tak serta merta meningkatkan nilai mata uang, melainkan lebih kepada kebijakan makro sebuah negara, volume dan mutu perdagangan antara negara, termasuk kebijakan makro dan lain sebagainya.
Bahwa teknologi itu akan mempercepat penggunaan mata uang, itu pasti. Namun, harus berpadu dengan faktor eksternal lain, agar nilai tukarnya lebih tinggi.
Nah, perluasan CBDC di masa depan, menurut kami cukup berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran permintaan terhadap Bitcoin, sebab dari Bitcoin pulalah CBDC ada.
Pertama, dalam jangka pendek, munculnya brand awareness, di mana kendati banyak yang menggunakan uang digital versi CBDC, belum tentu pula ada yang menggunakan Bitcoin. Sebaliknya ini bisa terjadi, jika penyedia layanan keuangan berbasis CBDC juga menyediakan layanan aset kripto.
Kedua, dalam jangka panjang, ketika CBDC meluas dan sejumlah bank dan perusahaan menggunakannya, disertai dibukanya layanan aset kripto olehnya, maka permintaan terhadap Bitcoin bisa meningkat. Hal ini karena pengguna bisa lebih mudah membeli dan menjual Bitcoin dalam satu layanan. Lihat pernyataan OCC di AS ini.
Hal itu bisa dilihat pangkalnya dari keputusan PayPal dan Bank DBS yang memutuskan membuka layanan jual beli aset kripto di platform utamanya. Mereka juga kelak akan mendukung CBDC di sistem mereka agar efisiensi bisa tercapai.
Ketiga, likuiditas. Dua hal di atas pada ujungnya akan menciptakan likuiditas yang cukup tinggi terhadap Bitcoin dan berpotensi meningkatkan permintaan terhadap Bitcoin, karena sistem yang cukup serupa sudah berpadu dalam satu atap. [red]