Pilah Pilih Stablecoin
Seperti istilahnya, jawaban pertama atas judul itu adalah stablecoin sangat cocok bagi Anda yang tak ingin berkendara di naik turunnya harga kripto yang sangat besar alias volatil. Dalam anekdot singkat: stablecoin ramah bagi jantung Anda, karena stablecoin secara umum dipatok dengan uang fiat (rupiah atau dolar AS) atau aset yang stabil, seperti emas.
Lah, maksudnya stabil bagaimana? Bukankah trading mata uang dolar AS bukankah juga volatil? Iya, benar, tetapi kripto sebagai aset dalam konteks trading jangka pendek, lebih volatil daripada mata uang fiat itu.
Nah, kecenderungan terkini, karena saking volatil kripto, banyak perusahaan yang melihat ini sebagai pangsa pasar sendiri dan memperkenalkan stablecoin itu, seperti Tether (USDT) dan Gemini USD (GUSD) yang diprakarsai oleh Winklewoss bersaudara yang juga pemilik bursa kripto Gemini. Volatilitas yang hebat di kripto juga memberikan akses kepada stablecoin, karena jelas-jelas mempermudah menjadi alat pembayaran dengan ongkos transfer lintas negara yang lebih murah daripada menggunakan jasa perbankan. Di sebuah bursa di Indonesia yang memperdagangkan USDT misalnya, mematok biaya transfer maksimal 5 USDT atau sekitar 70.000 rupiah untuk minimal jumlah pengiriman 10 USDT dan maksimal 10 ribu USDT (140 juta rupiah).
Ada banyak pengelompokkan stablecoin ini. Tetapi secara umum mencakup tiga saja berdasarkan kaidah perancangannya, yakni: Pertama, fiat-collateralized (murni dipatok uang fiat). Kedua, Crypto-collateralized (berpatokan pada uang kripto, dengan rumusan matematis rumit agar harganya stabil mendekati uang fiat). Ketiga, non-collateralized (tidak memiliki patokan apa pun, lebih rumit karena mencoba mensimulasikan perhitungan uang dengan rumusan moneter dalam skala negara).
Fiat-collateralized
Yang satu ini murni dipatok dengan uang fiat dolar AS ataupun emas. Metode yang satu ini jelas-jelas memang berkarakter sentralistik, karena uang Anda dipantau dan dikendalikan oleh satu entitas, misalnya USDT yang uang dolarnya dikendalikan oleh perusahaan Tether. Fiat-collateralized sangat bergantung pada derajat transparansi atas uang dolar sungguhan yang dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan itu. Itulah sebabnya, Tether harus siap “berkorban” kalau misalnya ada pihak yang tidak percaya bahwa uang dolar mereka tidak cukup untuk mem-backup USDT. Cerita kontroversi Tether sudah pernah kita bahas di artikel ini.
Contoh lain yang dipatok dengan uang fiat adalah Circle (USDC) yang dibuat oleh Coinbase dan Gemini (GUSD) buatan Gemini. Ada lagi Paxos dan TrueUSD yang menjadi pesaing kuat Tether. GUSD secara rutin setiap bulan diperiksa oleh BPM, sebuah perusahaan audit keuangan ternama di Amerika Serikat. Selain itu juga diperiksa oleh Bits dan Layanan Keuangan Departemen Dalam Negara Bagian New York. Lembaga pemerintah negara bagian inilah yang menerbitkan BitLicense bagi sejumlah bursa kripto dan ICO di negara itu, dengan tetap berkoordinasi dengan Security Exchange Commission (SEC).
Secara khusus, bolehlah kita menyebutkan satu istilah lain di sini, yakni gold-collateralized, di mana harganya stabil, karena dipatok dengan harga emas. Contoh terbaik untuk ini adalah GramGold (harga satu unit setara dengan satu ons emas 24 karat) dan Digix yang berbasis di Singapura (harga satu unit setara dengan 1 gram emas murni). Untuk jenis stablecoin seperti ini perlu adanya pernyataan resmi hasil audit atas ketersediaan emas yang dimaksud.
Crypto-collateralized
Tidak banyak yang menggunakan metode ini, karena tergolong cukup rumit. Sebab, cara tersendiri untuk menstabilkan harga berdasarkan kripto yang tidak stabil. Salah satunya adalah DAI buatan Maker. Tetapi yang satu ini diketahui lemah dalam hal skalabilitas. Artinya adopsi secara luas mungkin tak memungkinkan.
DAI menggunakan algoritma khusus untuk menyeimbangkan supply dan demand ETH terhadap USD. Setiap terjadi penurunan harga, sang pemilik DAI harus tetap menjaga agar batas pinjaman (plafon) tidak terlewati. Jika terjadi sebaliknya, maka akan dikenakan bunga dan penalti. Model pinjaman yang mereka gunakan adalah Collateral Debt Position (CDP), yang mengunci posisi harga ETH dan merilis DAI maksimal 60% dari harga ETH. Jikalau harga ETH turun, maka plafon naik, sebab persentase CDP menurun.
Non-collateralized
Jenis stablecoin ini secara prinsip masih dalam tahap eksperimen oleh sejumlah pengembang. Intinya, mereka mencoba meniru prinsip peredaran uang di skala negara (moneter), dengan menghadirkan algoritma contractions dan expansions. Ini diharapkan nilai uang tidak dipatok oleh aset apapun alias murni berdasarkan permintaan dan penawaran pasar.
Ada dua tipe kebijakan umum yang dianut bank sentral sebuah negara, yakni expansionary (ulur) dan contractionary (tarik). Walaupun istilah “tarik” dan “ulur” itu tidak terlampau tepat, setidaknya dapat menggambarkan konsep dasar kebijakan moneter sebuah negara. Anda bisa saja menggunakan istilah “buka” dan “tutup”, jika perumpamannya adalah kran air.
Metode expansionary dilakukan dengan menambahkan jumlah uang ke masyarakat untuk menekan angka pengangguran, merangsang sektor swasta untuk meminjam yang ke bank dan mendorong konsumsi masyarakat.
Sedangkan kebijakan moneter contractionary memperlambat suplai uang di pasar untuk mengendalikan inflasi. Namun, pada saat yang bersamaan, terkadang metode ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, yakni meningkatkan angka pengangguran, dan menekan belanja dan peminjaman oleh masyarakat dan perusahaan. Contohnya adalah intervensi Bank Sentral Amerika Serikat pada awal tahun 1980-an. Alih-alih ingin menahan laju inflasi yang hampir menyentuh 15 persen, Bank Sentral menaikkan suku bunga hingga 20 persen. Akibatnya resesi pun tak dapat dibendung.
Berdasarkan perbedaan rancangan stablecoin itu, jenis fiat-collateralized kemungkinan besar memperoleh adopsi yang lebih besar. Sebab, pengguna uang fiat dolar sendiri masih sangat banyak dan memang digunakan secara internasional. Dengan stablecoin berbasis dolar pula, lebih mudah bagi pedagang ekspor-impor untuk mengirimkan uang secara murah dan cepat. []