Pria Singapura Diculik dan Dipaksa Teman Sendiri untuk Serahkan Bitcoin Senilai Rp10,1 Miliar
Seorang pria warga Singapura diculik dan dipaksa teman sendiri menyerahkan Bitcoin senilai Rp10,1 miliar. Ia disekap di Thailand dan diancam dibunuh. Tapi, ia berhasil melarikan diri. Eh, ternyata dalangnya adalah temannya sendiri, yang juga warga Singapura.
Peribahasa ini mencerminkan tentang karma manusia: jangan diperlebar timba ke perigi, kalau tak putus, genting. Artinya, janganlah diulang-ulang perbuatan yang jahat, karena lambat laun akan mendapat bencana juga. Barangkali inilah yang dialami oleh Mark Cheng Jin Quan (32 tahun). Ia diculik teman sendiri dan dipaksa menyerahkan Bitcoin. Ternyata Cheng sendiri sebelumnya pernah terlibat penggelapan uang senilai US$220 ribu (Rp3 miliar).
Sekali peristiwa di Singapura pada tahun 2019, teman Mark bernama Kim Lee Yao Wei meminta Mark untuk datang ke Thailand untuk mengajari teman-teman Kim tentang Bitcoin.
Karena berteman baik, tentu Mark tak menaruh curiga terhadap Kim. Mark pun setuju, lalu terbang ke Thailand pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu.
Sesampainya di bandara Suvarnabhumi di Bangkok, Mark dijemput langsung oleh Kim dan membawa Mark ke sebuah lokasi pertemuan menggunakan sebuah mobil sewaan. Berhenti di sebuah pom bensin, tiba-tiba sekitar 5 orang tak dikenal, menculik Mark dan Kim menggunakan mobil yang lain.
Mark mengaku matanya ditutup lantas ia juga dibius. Menurut media Tiongkok, Mark dibawa sejauh 135 km dari Bangkok ke Kabin Buri, sebuah kecamatan di Prachin Buri. Di sinilah ia kemudian disiksa dan dipaksa menyerahkan Bitcoin senilai 1 juta dolar Singapura (Rp10,1 miliar).
“Mereka melucuti pakaian saya, menyiram saya dengan air es dan menyetrum saya. Mereka memaksa saya menyerahkan 1 juta dolar Singapura dalam bentuk Bitcoin,” kata Mark.
Mengaku tak memiliki Bitcoin sebanyak itu, Mark hanya bisa membayar Bitcoin senilai Rp633 juta. Akhirnya Bitcoin itu pun ditransfer. Namun, para penculik tak puas, malah ingin membunuh Mark. Mark kemudian diseret ke sebuah gubuk dan sebuah pistol ditodongkan ke kepalanya.
“Salah seorang dari mereka mengarahkan pistol ke bagian belakang kepala saya. Sementara yang lain keluar dari gubuk. Saya juga mendengar suara tanah yang sedang digali. Mungkin itu dipersiapkan untuk mengubur saya,” kata Mark.
Dalam situasi kritis itu Mark pun melawan sang penodong dan berhasil melarikan diri pada Jumat (10 Januari 2020) malam. Mark pun berhasil ke kantor polisi di Ongkharak melaporkan peristiwa itu, setelah ditolong oleh warga setempat.
Sampai di sini Mark mengkhawatirkan kondisi temannya, Kim, yang dia pikir masih disekap oleh penculik. Namun, Mark terkejut bukan kepalang, ternyata Kim adalah dalang di balik penculikan itu. Kini Kim ditahan polisi Thailand menanti proses pengadilan.
Ternyata Mark Juga Jahat
Di sinilah mungkin letak karma itu. Mark memulai profesinya di Avelife, sebuah NGO di bidang sosial dan lingkungan. Pada tahun 2016, karena berkinerja baik di NGO itu, ia berhasil menyabet penghargaan bergengsi, Queen’s Young Leaders Award dari Ratu Inggris, Elizabeth II.
Pada tahun 2018 kepincut dengan dunia aset kripto dan sempat menjabat sebagai penasihat di X Infinity. Perusahaan rintisan asal Singapura itu sempat menggelar Initial Coin Offering (ICO), namun tak aktif lagi sejak April tahun 2019. Menurut sumber Cointelegraph, Mark juga adalah mitra di Gladiol Capital dan penasihat di Start-Up Brunei.
Berbagai sumber yang dilansir Cointelegraph dari Wanbao dan The New Paper menyebutkan, bahwa Cheng pernah dilaporkan ke polisi, karena menggelapkan uang investor di tempat dia bekerja pada tahun 2014. Namun, dia dibebaskan dari tuntutan itu, dengan jaminan uang 120.000 dolar Singapura (Rp1,2 miliar). Cheng juga disebut pernah menggelapkan uang senilai US$220 ribu (Rp3 miliar) di perusahaan investasi bodong, Zabel Global Investments. [*]