Stablecoin ala Maker

Jargon stablecoin semakin mencuat ke permukaan ketika perusahaan pemodalan Andreessen Horowitz dikabarkan menggelontorkan dana sebesar US$300 juta dalam bentuk pembelian token Maker (MKR) besutan startup Maker. Asal tahu saja, perusahaan itu bukannya abal-abal, tetapi malang melintah berinvestasi di perusahaan yang bernilai tinggi, seperti Facebook.

Berbeda dengan konsep stablecoin lainnya yang mematok harga dengan harga dolar AS, MKR berlandaskan pada sistem mekanisme kredit. Diklaim juga berbeda dengan algorithmic monetary policy besutan Basis, MKR menerapkan rumusan kredit yang rumit, namun konsep dasarnya datang dari sistem moneter dunia yang ada saat ini, bahwa uang berasal dari mekanis bunga dalam utang.

Prinsip kerjanya sederhana, namun tidak banyak yang tahu. Begini. Uang tercipta saat bank memberikan utang. Misalnya, bulan lalu kita berutang kepada bank sebesar 100 juta rupiah. Lalu bulan ini kita harus melunasi pokok dan bunganya. Nilai uang sesungguhnya tidak ada pada saat kita menerima utang tersebut pada bulan lalu, jumlah yang tidak pernah diberikan oleh bank dan tidak juga pernah kita terima. Dengan pokok utang ditambah bunga yang kita berikan, maka bank memiliki lebih banyak uang daripada yang dimiliki sebelumnya, dan dia pun berhak untuk mencetak (sebenarnya cukup mengetikkan angkanya di komputer) dan mengedarkan lebih banyak uang lagi. Seterusnya begitu.

Ada dua tipe kebijakan umum yang dianut bank sentral sebuah negara, yakni expansionary (ulur) dan contractionary (tarik). Walaupun istilah “tarik” dan “ulur” itu tidak terlampau tepat, setidaknya dapat menggambarkan konsep dasar kebijakan moneter sebuah negara. Anda bisa saja menggunakan istilah “buka” dan “tutup”, jika perumpamannya adalah kran air.

Metode expansionary dilakukan dengan menambahkan jumlah uang ke masyarakat untuk menekan angka pengangguran, merangsang sektor swasta untuk meminjam yang ke bank dan mendorong konsumsi masyarakat.

Sedangkan kebijakan moneter contractionary memperlambat suplai uang di pasar untuk mengendalikan inflasi. Namun, pada saat yang bersamaan, terkadang metode ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, yakni meningkatkan angka pengangguran, dan menekan belanja dan peminjaman oleh masyarakat dan perusahaan. Contohnya adalah intervensi Bank Sentral Amerika Serikat pada awal tahun 1980-an. Alih-alih ingin menahan laju inflasi yang hampir menyentuh 15 persen, Bank Sentral menaikkan suku bunga hingga 20 persen. Akibatnya resesi pun tak dapat dibendung.

Dengan menggunakan prinsip tersebut, maka Maker sebenarnya ingin berperan selayaknya bank sentral yang mengendalikan jumlah edaran yang uang yang digunakan. Namun, dari sana muncul lima prinsip yang dapat digunakan sebagai pendekatan soal stablecoin ini: Pertama, transparansi, seberapa transparankah sistem yang dimaksud? Apakah memerlukan entitas pusat yang terpercaya. Jikalau iya, prosedur seperti apa yang digunakan untuk melihat proses internalnya?

Kedua, auditabilitas, apakah pengguna dapat mengawasi dan mengaudit sistem keuangannya secara mendasar? Apakah jaminannya dapat dipastikan?

Ketiga, mekanisme stabilitas, anggaplah uang itu digunakan di pasar biasa. Lalu faktor apa saja yang memungkinkan harganya stabil? Apakah berbasis algoritma atau ada jaminan aset lain atau justru uang fiat.

Keempat, prosedur undur, dalam satu masalah spesifik di dalam sistem, seberapa stabil aset yang dijadikan jaminan. Apakah sistem perlindungannya mampu mengembalikan dana pengguna hingga utuh?

Kelima, skalabilitas,  apakah sistem yang dimaksud mampu menjangkau publik yang luas?

Dalam kasus Maker, developer menggunakan pendekatan “On-Chain Collateralization/OCC” ketimbang prinsip IOU seperti pada USDT yang dipatok harga dolar AS. Dalam OCC, konsep utang disebutkan sebagai sebuat “aset” yang berikutnya dijadikan underlying atau patokan atau jaminan. Jumlah kripto yang dibuat relatif berdasarkan nilai jaminan yang ada. Prosesnya sama dengan konsep escrow atau lock up. Maka, stabilitas harga tertaut pada nilai total dari aset yang dijadikan patokan tersebut. Jika aset tersebut stabil sebagai sebuah portofolio, maka kemampuan portofolio itu juga mampu mengurangi nilainya, berikut meningkat stabilitasnya.

DAI menggunakan algoritma khusus untuk menyeimbangkan supply dan demand ETH terhadap USD. Setiap terjadi penurunan harga, sang pemilik DAI harus tetap menjaga agar batas pinjaman (plafon) tidak terlewati. Jika terjadi sebaliknya, maka akan dikenakan bunga dan penalti. Model pinjaman yang mereka gunakan adalah Collateral Debt Position (CDP), yang mengunci posisi harga ETH dan merilis DAI maksimal 60% dari harga ETH. Jikalau harga ETH turun, maka plafon naik, sebab persentase CDP menurun.

 

Be the first to write a comment.

Your feedback