Berdasarkan Petunjuk Bapak Maduro

Di tengah sengkarut krisis ekonomi, Venezuela tetap memilih menempuh jalan sosialisme untuk bertahan hidup di antara dominasi ideologi demokrasi global. Melalui media mainstream, negara-negara Barat menyerang Venezuela dengan beragam wacana, khususnya ingin menurunkan Nicolas Maduro dari jabatannya sebagai presiden. Yang terakhir ini dianggap sebagai solusi terbaik, karena berdasarkan klaim IMF, tingkat inflasi Venezuela bisa mencapai 1 juta persen pada akhir tahun ini!

Di dalam negeri Maduro pun membuat kripto Petro pada Februari 2018, sebagai mata uang pelengkap (complementary) selain sovereign bolivar (mata uang baru yang menggantikan venezuela bolivar [VB]). Petro (juga disebut petromoneda), yang di-backup dengan cadangan minyak mentah Venezuela, digadang-gadang dapat menjadi solusi keluar dari krisis yang super parah.

Bayangkan saja, untuk membeli sebungkus popok bayi, perlu duit 8 juta bolivar (VB) atau setara dengan dengan 475 ribu rupiah. Kalau hendak ngopi secangkir, maka siapkan 2 juta bolivar atau setara dengan 240 ribu rupiah. Perlu daging ayam? Silahkan. Untuk satu ekor daging ayam utuh, harganya sekitar 14,6 juta bolivar atau setara dengan 866 ribu rupiah. Di Indonesia, dengan duit sebesar itu Anda bisa membawa pulang 21 ekor, cukup menjamu puluhan orang. Tapi Anda perlu kantong plastik berukuran besar untuk membawa 14.600 lembar uang kertas pecahan 1000 VB. Kalau satu lembar uang kertas beratnya 1 gram, maka berat totalnya sekitar 14,6 kilogram. Itu artinya sang duit lebih berat daripada si ayam sendiri.

Sovereign bolivar (SB) sendiri disirkulasikan mulai Selasa, 20 Agustus 2018, dengan menghapus 5 angka nol (denominasi) pada uang kertas yang dicetak. Dua di antaranya, yakni pecahan 2 SB dan 10 SB sudah disirkulasikan. Total ada 13 pecahan SB untuk uang kertas, mulai dari 2 SB hingga yang terbesar 20.000 SB. Jadi, 1 SB setara dengan 100.000 VB. Tapi, jelas ini bukanlah solusi. Denominasi hanya langkah untuk mengesankan angka kecil bukan representasi penurunan nilai mata uang.

Sebenarnya, berdasarkan klaim Maduro, ide Petro berasaskan wacana presiden sebelumnya, yakni Hugo Chavez, bahwa kemandirian ekonomi negara harus didasarkan pada barang mentah yang dimiliki Venezuela. Nah, karena Venezuela sangat kaya cadangan minyak, maka ide mata uang di-backup dengan minyak mentah dirasakan sebagai solusi.

Dan sangat kebetulan ide itu semakin menggelora di kala teknologi blockchain mampu membuat kripto sebagai alat tukar alternatif. Jikalau benar Petro ada (setidaknya dibuktikan dengan transaksi di blockchain), maka ini adalah usaha pertama di dunia, di mana sebuah negara menjadikan aset fisik (minyak) sebagai acuan nilai mata uangnya. Sebagai catatan, tegas Maduro, Petro adalah complementary currency terhadap SB.

Masalahnya, situasi di lapangan sangat kontradiktif. Hasil investigasi Reuters (sebuah media internasional berpengaruh) mengungkapkan, tidak ada produksi signifikan di ladang minyak Venezuela. Menurut laporan yang dipublikasikan Reuters pada Kamis, 30 Agustus 2018, kota Atapirire di Venezuela belum meraup manfaat dari usaha kripto Venezuela tersebut. Atapirire adalah satu-satunya kota kecil di tengah area yang diklaim pemerintah sebagai situs cadangan minyak sebanyak 5 miliar barel yang dijanjikan sebagai jaminan Petro.

Artinya, bagaimana mungkin Petro dapat dijadikan underlying asset terhadap SB, jikalau produksi minyaknya saja tidak signifikan? Belakangan Pemerintah Venezuela menuduh media Barat (tanpa mengatakan termasuk Reuters) memanas-manasi suasana dengan memberitakan informasi keliru tentang situasi di Venezuela.

Petro pun tak ada dijual di bursa kripto manapun di dunia. Sebelumnya Maduro mengklaim bahwa 16 bursa telah mendapat sertifikasi untuk memperdagangkan Petro. Satu-satunya bursa kripto yang mengumumkan akan me-listing Petro adalah Coinsecure, yang berbasis di India, dengan imbalan diskon pembelian minyak mentah dari Venezuela.

Satu-satunya “bukti” bahwa Petro memang ada, dapat dilacak dari browser blockchain NEM berikut ini. Di sana terdapat satu Namespace bernama Petro dengan tiga Mosaic, yakni ico, presale dan presale_transfer. Hanya ada beberapa transaksi Petro ke beberapa address dengan jumlah yang cukup besar. Kami pun mencoba melacak dari website resmi Petro. Di sana kami dapat mengunduh PetroWallet (versi 2.1.2 yang belum diperbarui) yang dibuat berdasarkan NanoWallet besutan NEM, yang diklaim dapat digunakan menyimpan Petro.

Tahap Pre-sale Petro dimulai pada 20 Februari  2018 dan berakhir pada 19 Maret 2018, dengan 38,4 juta Petro yang tersedia. Pemerintah pun mengumumkan Petro laku keras dengan dana yang terkumpul hingga US$3,3 miliar. Tetapi tidak ada bukti kuat transaksi tersebut, apalagi hasil audit independen.

Tetapi tahapan pre-sale itu dapat divalidasi dari transaksi ini. Dengan Mosaic: petro.presale, jumlah unit sama dengan klaim pihak pemerintah, yakni 38,4 juta unit Petro. Pemegang Mosaic  itu mengarah pada address ini.

Di bagian atas website, dengan ukuran huruf besar tertera: Petro in the next few days, the transfer of Tokens begins. Di website tersebut sama sekali tidak tautan untuk memperoleh Petro. Di bagian kecil di website itu terdapat informasi: Petro token raised more than 4.777 billion yuan, or $735 million, and that the state-backed virtual currency reaffirms our economic sovereignty. Pernyataan itu dilengkapi tanda tangan Maduro di bagian bawah. Tentu saja klaim itu tidak disertai bukti transaksi Petro pada blockchain NEM.

Yang jelas, drama ini masih berlanjut. Entah sampai kapan. Bahwa real asset dapat dijadikan sebagai backup mata uang sebuah, tidaklah sesederhana yang Maduro bayangkan, apalagi dengan permainan politik lintas negara seperti ini. Di negara sosialis seperti Venezuela, kontrol tunggal oleh seorang presiden diperlukan, walaupun ada pihak oposisi di parlemen. Toh, pada Mei 2018, Maduro masih dipercaya oleh rakyatnya. Iya, semuanya atas “petunjuk” Bapak Presiden Maduro. [vins]

 

Be the first to write a comment.

Your feedback