Blockchain dan Sistem Rantai Pasok Tekstil

Sejumlah produsen pakaian saat ini mengklaim produknya berbahan baku organik dan bersistem dagang-adil (fair-trade). Bagaimana Anda bisa meyakini bahwa kaos yang Anda kenakan saat ini adalah seratus persen berbahan baku katun. Jiakalau berdasarkan klaim sepihak oleh produsen di labelnya, Anda tidak keliru jika Anda percaya. Anda juga benar jika telah mendapatkan bukti bahwa para pekerja yang menjahit kaos Anda itu benar-benar digaji secara layak.

Bagaimana kalau sistem rumit pembuatan kaos dari hilir hingga ke hulu dapat dilacak keabsahannya? Bagaimana kalau kelajuan pelacakan itu lebih cepat daripada cara konvensional? Dua pertanyaan itu dijawab oleh teknologi blockchain.

Kaos sebagai bagian dari industri tekstil adalah industri yang sudah berusia ratusan tahun. Manusia mengandalkan bahan baku kapas bermutu tinggi agar dapat memproduksi pakaian yang dikatakan 100% cotton. Pakaian berbahan dasar katun memastikan kenyamanan sang pemakai, tetapi dengan harga yang jelas tidak murah.

Dalam sistem produksi tekstil terdapat rantai pasok (supply chain) yang tak sederhana. Setidaknya ada 7 organ dalam sistem itu yang bergerak terus-menerus: penanaman dan pemanenan kapas, pengubahan kapas menjadi serat, pemintalan, perajutan, pewarnaan, pembuatan pola, perdagangan (trading), penjualan (retailing).

littleyellowbird.co.nz

Dalam pelacakan cara tradisional, klaim organic dan fair trade dilakukan secara sepihak oleh produsen. Tidak semua orang, termasuk pemakai memiliki akses terhadapnya. Nah, bagaimana kalau sumber sistem itu dibuka, sehingga Anda dapat mengetahui darimana asal muasal kapas atas kaos yang Anda kenakan. Singkat kata, ada aspek transparansi yang ditambah ke dalamnya. Aspek ini dimungkinkan dengan teknologi blockchain.

Dengan blockchain, ada empat tujuan yang hendak dicapai: tingkat transparansi yang tak ada sebelumnya (unprecedented) pada rantai pasok pakaian, otentifikasi penjual (retailer) pakaian, verifikasi dan pelacakan gaji pekerja, menghadirkan data kepada konsumen sebagai acuan mengambil keputusan untuk membeli.

Dengan sistem konvensional yang menggunakan peranti lunak yang disediakan oleh vendor, dari segi biaya tidaklah murah. Tujuan validasi keaslian dalam rantai pasok pun tidak mudah. Alhasil, konsumen justru menghapai informasi yang tak jelas bahkan bias. Ini pada akhirnya menimbulkan keraguan dan keliru menyimpulkan. Dalam sistem blockchain, keaslian sepenuhnya digital dan tidak sepihak.

Misalnya begini. Ketika membeli kaos, oleh pihak toko diklaim asli dan bersertifikasi. Biasanya penjual menyodorkan sertifikat keasliannya. Setidaknya Anda tahu itu asli karena terdapat hologram dan nomor serinya. Dalam sistem konvensional, jikalau itu sebagai bukti, bagaimana cara Anda membuktikan sebuah barang bukti? Anda tak dapat melakukannya.

Nah, dengan sistem blockchain, bagaimana jikalau Anda dan penjual memiliki peranti lunak yang sama untuk melacaknya. Anda cukup gunakan aplikasi mobile Anda dan memindai QRCode pada serfitikat itu. Karena database-nya publik dan tidak sentralistik, aplikasi Anda mengecek apakah data yang dipindai sesuai dengan data yang ada pada blockchain. Ingat, dalam sistem blockchain, sekali data disimpan tak dapat dihapus atau diubah kembali, alias permanen. Jadi, Anda tak perlu khawatir, bahwa ada manipulasi data ketika Anda melakukan pelacakan.

Dengan langkah serupa Anda dapat melacak untuk aspek logistik pakaian itu, misalnya hari apa dan jam berapa paket pakaian itu sampai di pelabuhan di kota Anda, sebelumnya sampai ke distributor hingga dijual di toko.

Tapi, di atas semua itu, semua bergantung pada tuntutan konsumen dan kemauan produsen, data apa saja yang ingin dan dapat diketahui dan dilacak oleh publik. Jikalau hanya 100 data dari ribuan data yang dapat diakses publik, tujuan transparansi jelas tak dapat dicapai. Ujung-ujungnya adalah kerugian terhadap imej merek pakaian yang bersangkutan.

Be the first to write a comment.

Your feedback