Tesla, Bitcoin dan Elon Musk
Nasib mujur dialami Tesla, perusahaan otomotif yang didirikan oleh Elon Musk. Harga saham perusahaan itu melejit bak meteor dari US$ (Rp8,8 juta) pada 31 Januari 2020 menjadi US$887 (Rp12 juta) pada 4 Februari 2020. Kini beberapa pihak melihat kenaikan tinggi itu mirip seperti dinamika harga Bitcoin. Kok bisa?
Yang pasti, kenaikan itu menjadikan harga saham Tesla menduduki harga tertinggi sepanjang masa, sejak melantai di bursa saham pada tahun 2010 silam (dibuka di harga US$20).
Jika mengacu pada 26 Agustus 2019, harga saham Tesla baru berada level US$245, maka kenaikannya sangat fantastis, yakni lebih dari 200 persen. Itu dicapai tak sampai satu tahun.
Menurut Argus Research, seperti yang dilansir dari Kompas, kenaikan itu dinilai sangat wajar, karena kondisi keuangan Tesla membaik pada kuartal IV 2019.
Tesla sendiri menargetkan raihan laba yang lebih besar lagi pada tahun ini dan tahun 2021.
Tesla bilang laba per sahamnya ditargetkan sebesar US$8,01 dari sebelumnya US$5,96. Tahun 2021 nilai itu diharapkan bisa bertambah dua kali lipat.
Pekan lalu, Tesla mengatakan pada tahun ini pihaknya menargetkan akan melakukan pengiriman mobil listrik lebih dari 500 ribu unit yang mencakup 87.900 unit Model 3, 9.800 unit Model S dan 9.300 unit Model X.
Fenomena itu mencerminkan permintaan yang sangat besar terhadap produk buatan Tesla untuk sektor mobil listrik yang sangat ramah lingkungan.
Elon Musk pernah bilang sendiri mobil listrik buatannya akan semakin murah dan canggih untuk menyaingi mobil berbahan bakar minyak.
Jikalau kita menafsirkan itu sebagai sebuah nilai, karena ada manfaat dan keunggulan dari sebuah produk lewat inovasi, maka tak heran harga saham Tesla naik signifikan.
Dikaitkan dengan Bitcoin
Saham sebagai kelas aset lumrah sebagai tempat untuk berspekulasi. Termasuk Bitcoin. Tapi spekulasi itu bukanlah tanpa dasar, tetapi melewati tahapan tertentu, yakni kajian terhadap pertumbuhan dan potensi masa depan. Singkat kata: keunggulan dan manfaat besar.
Faktanya adalah, hanya di tangan Elon Musk mobil listrik merebut kejayaannya kembali setelah 1955.
Bahkan sebelum mobil berbahan bakar minyak berjaya, mobil listrik sudah duluan mendapatkan perhatian. Pada 29 April 1899 saja, mobil listrik sudah berkecepatan 100 km per jam.
Hingga tahun 1920 mobil listrik bersaing ketat dengan mobil berbahan bakar minyak.
Namun, pada tahun 1970-an dan 1980-an, dunia menyadari cadangan minyak dunia semakin berkurang. Maka, beralihkan produsen mobil ke kendaraan berdaya listrik.
Berkat inovasi Elon dan timnya, mobil listrik saat ini jauh lebih efisien daripada mobil listrik jaman dahulu. Dan tentu saja jauh lebih ramah lingkungan.
Memang bukan Tesla saja yang membuat mobil listrik. Tetapi Tesla mampu menekan biaya produksinya, sehingga semakin banyak orang bisa menjangkaunya.
Era mobil listrik pun disebut dimulai pada tahun ini juga, ketika nanti Tesla menggiatkan produksinya.
Tantangan soal terlalu lamanya mengisi daya baterai, Tesla sudah menggenjot teknologinya. Mengisi daya baterai mobil hingga 4 jam ataupun 60 menit, kelak cukup 5 menit saja, dengan jarak tempuh yang serupa atau lebih lama.
Berhasil memunculkan keunggulan seperti itu yang membentuk nilai, lantas harga saham Tesla.
Relasi dengan Bitcoin
Ketika harga saham Tesla memuncak, kapitalisasi pasarnya sempat melebih kapitalisasi pasar Bitcoin. Ketika harga turun, kapitalisasi pasar saham Bitcoin naik kembali hingga US$172 miliar. Sedangka Tesla di US$159 miliar.
Tesla dan Bitcoin direlasikan dengan karakternya yang serupa, yakni naik dan turun secara cepat. Saham Tesla dan Bitcoin disebutkan sama-sama memperagakan harga parabolik: naik cepat yang diikuti dengan penurunan yang cepat pula (lihat grafik di bawah).
Lihat saja harga Bitcoin yang melesat hingga US$20 ribu sebagai harga tertinggi sepanjang masa. Lalu anjlok sangat besar di level US$3.100, lalu naik ke US$13.000. Turun lagi ke US$6.600 dan menguat hingga saat ini yang berpotensi menuju US$10.000.
Bitcoin Halving
Bitcoin Halving pada Mei 2020 nanti juga tak luput dianggap sebagai faktor penentu yang sangat penting terhadap hidup dan mati Raja Aset Kripto itu.
Dalam konteks itu, Bitcoin harus mampu melampaui harga tertinggi sepanjang masa, yakni US$20 ribu setelah tanggal halving.
Mengikut pola historis pada dua halving berikutnya, harga Bitcoin naik satu tahun+beberapa bulan setelah tanggal halving.
Namun, tak sedikit meragukan pola itu bisa berlaku pada halving ketika Mei 2020 nanti. Sebab, situasi perdagangan aset kripto sangat berbeda sejak tahun 2018, di antaranya “didesak” oleh pasar derivatif (futures dan options). Di pasar itu, trader tak perlu Bitcoin yang asli dalam jumlah banyak, tapi tetap dapat cuan yang melimpah.
Sejumlah pihak menilai itu sebagai sebuah ancaman menekan harga Bitcoin atau bisa pula sebaliknya agar pasar secara umum menjadi lebih dewasa dan jinak (tak terlalu volatil). [*]