Kinerja Bitcoin dan Stimulus $1,9 Triliun

Apakah harga Bitcoin bisa terdongkrak lebih tinggi lagi gara-gara stimulus $1,9 triliun oleh pemerintahan Presiden Biden nanti?

Sabtu (6/3/2021) tampaknya tercatat sebagai tonggak terpenting dalam sejarah Amerika Serikat, khususnya dalam menangani kemerosotan ekonomi dampak pandemi.

Senat AS yang dikuasai oleh partai Demokrat itu akhirnya mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) stimulus itu. Rancangan diserahkan sebelumnya oleh Pemerintahan Biden.

Pada Selasa pekan depan, RUU itu akan disahkan oleh DPR AS, sebelum berada di meja Biden untuk kemudian ditandatangani.

Di atas kertas, kendati mendapat tekanan dari oposisi, yakni Partai Republik, stimulus maha jumbo itu bakalan digenapi, sehingga sebagian besar warga AS akan mendapatkan bantuan langsung tunai sebesar US$1.400.

Pihak-pihak yang mendapatkan bantuan dana segar itu tentu saja dengan sejumlah syarat, di antaranya berdasarkan jumlah pendapatan tahunan mereka.

Stimulus akan dimulai setidaknya pertengahan Maret 2021 ini ataupun April 2021 mendatang.

Jauh sebelum jalan stimulus itu, ketika pandemi diumumkan oleh WHO pada Maret 2020 lalu, sejumlah pengamat memastikan upaya penerbitan uang dolar baru akan terus terjadi, karena roda ekonomi mandek, konsumsi publik berkurang drastis dan memaksa harga barang dan jasa menjadi murah. Ini yang disebut sebagai deflasi.

Dampak deflasi yang tak terkendali dan dipadukan dengan penambahan uang dolar baru (kebijakan moneter), berpotensi membawa pada inflasi yang buruk, di mana harga barang dan jasa melonjak.

Bertambahnya pasokan fiat money, seperti yang tersemat pada stimulus itu pun disebut-sebut kian menjerumuskan nilai uang dolar secara global, yang sejak tahun 1985 terjun cepat.

Di saat yang sama, ketika nilai fiat money terus tergerus, itu yang memaksa uang stimulus mengalir ke aset-aset yang berisiko tinggi dan memberikan imbal hasil lebih besar daripada saham ataupun obligasi.

Tak heran emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Agustus 2020, tetapi lebih dapat diimbangi oleh imbal hasil Bitcoin.

Sepanjang tahun 2020 misalnya, imbal hasil emas tak sampai 30 persen per troy ons. Sedangkan Bitcoin mampu membuktikan sebagai kelas aset baru bernilai 300 persen. Ini adalah sebuah fakta yang sulit dibantah.

Narasi inflasi buruk dan naiknya harga Bitcoin itulah disadari oleh MicroSrategy dan Tesla. Bahwa nilai saham bersatuan dolar bisa saja terpuruk akibat inflasi dan Bitcoin bisa menjadi penyelamatnya.

Inflasi di dalam negeri AS pun disebut-sebut bisa merambat ke negara lain dan mendorong lahirnya inflasi global.

Itulah yang digemakan oleh Komal Sri-Kumar dari Global Strategies baru-baru ini di CNBC.

“Kita tak tahu pasti kapan inflasi buruk global itu akan datang. Tetapi yang pasti, sejumlah kebijakan moneter oleh bank sentral dan kebijakan fiskal pemerintah akan membawa dampak yang buruk di masa depan. Bahwa penerbitan uang baru ke dalam ekonomi mungkin akan lebih besar,” sebutnya.

Soal inflasi global, Statista pada bulan lalu meramalkan peningkatannya. Sepanjang tahun ini misalnya tingkat inflasi global diperkirakan mencapai 3,39 persen.

Angka itu hampir menyamai pada tahun 2018 yang mencapai 3,59 persen (yang terbesar saat ini dalam satu dekade terakhir). Bandingkan dengan tahun 2015 hanya 2,71 persen.

Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya, tingkat inflasi global tak berkurang satu dikit, yakni antara 3,18 persen (2022) dan 3,17 persen (2025). [/]

Comments are closed for this post.