Bagi yang Belum Paham, Inilah Beda Coin dengan Token
Dalam dunia kripto, orang-orang banyak mengucapkan kata “coin” dan “token” untuk menyebut sejumlah mata uang kripto (cryptocurrency) atau di Indonesia tergolong aset kripto (crypto asset). Sebagian besar dari kita menilai coin dan token setara, padahal pada prinsipnya berbeda. Loh, bedanya di mana?
Apa Itu Coin?
Berdasarkan ulasan dari Ledger Academy, Coin mengacu pada mata uang kripto (selanjutnya kita sebut kripto saja) apa pun yang memiliki blockchain mandiri dan independen, misalnya seperti Bitcoin (BTC). Sama halnya dengan Ether (ETH) disebut coin, karena memiliki blockchain sendiri.
Kripto yang disebut coin ini di-bootstrap dari awal, dan jaringan yang lebih luas dirancang secara eksplisit untuk mencapai tujuan tertentu.
Dan kripto utama diciptakan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar yang tahan sensor yang memiliki kebijakan moneter yang aman dan tetap.
Selain itu, proyek penerbitan coin biasanya mengambil inspirasi dari teknologi masa lalu atau mata uang kripto lainnya dan menggabungkannya menjadi jaringan inovatif yang melayani tujuan tertentu.
Beberapa contoh coin lainnya adalah Ethereum, Tron, BNB, XRP, EOS, XLM, dan ADA.
Apa Itu Token?
Sedangkan Token adalah kripto yang tidak memiliki blockchain sendiri tetapi diterbitkan, “aktif” dan berjalan di blockchain lain. Jadi token, amat bergantung pada blockchain dan nilai coin-nya.
Saat mereka aktif di blockchain lain, mereka mendapat manfaat dari teknologinya, salah satunya adalah token ERC-20 yang dibangun di jaringan blockchain Ethereum. Sederhana kata, token adalah kripto yang menumpang di blockchain lain, tanpa memiliki blockchain tersendiri.
Jadi, ketika, katakanlah token Shiba Inu (SHIB), biaya transaksinya bergantung pada nilai dari ETH, karena ia diterbitkan di blockchain Ethereum.
Tapi ada sejumlah istilah yang agak ganjil dan berbeda dari definisi fitrahnya, misalnya Tether (USDT) disebut dengan istilah stablecoin. Padahal USDT sendiri yang bernilai 1 banding 1 terhadap dolar AS adalah token yang diterbitkan di blockchain Bitcoin, Ethereum, Tron, Binance Smart Chain, Algorand dan lain sebagainya.
Khusus istilah stablecoin ini, Anda tak perlu bingung, karena sekadar istilah khusus saja, mengacu pada nilai yang diwakilinya, yakni fiat money ataupun aset lain yang bernilai stabil, seperti emas.
Token Utilitas
Peran dan fungsi token pun memiliki tempat tersendiri di dunia kripto, di mana mereka berfungsi sebagai token “utilitas” dalam ekosistem aplikasi untuk mendorong perilaku tertentu (sebagai reward) atau membayar biaya. Dalam hal ini, lebih mirip dengan “consumer point reward” seperti pada layanan kartu kredit.
Singkatnya, token biasanya memiliki fitur dan kegunaan yang lebih spesifik yang tidak begitu jauh dari sifat blockchain tempat mereka bernaung.
Token pun terkadang memiliki jumlah unit yang jauh lebih banyak dari coin karena mereka bisa diciptakan dengan mudah tanpa harus memiliki blockchain sendiri, sehingga para penipu dan penjahat sering membuat sebuah token tanpa audit yang jelas untuk membawa lari uang investornya.
Pasalnya, untuk membuat token jauh lebih mudah dibandingkan membuat coin. Membuat token sederhana berdasarkan blockchain Ethereum ataupun blockchain Binance Smart Chain misalnya tak sampai 30 menit bisa rampung. Token lainnya, bisa relatif rumit, tergantung penggunaan smart contract-nya.
Jadi, dari sudut pandang trading dan investasi, ada yang menyebut pada coin terkesan lebih aman untuk jangka panjang, misalnya untuk Bitcoin (BTC).
Namun, sebagian pihak lain merasa token jauh lebih baik, karena bisa dikembangkan lebih jauh manfaatnya daripada coin itu sendiri.
Kesimpulannya, di atas itu semua, nilai dan harga tetap bergantung pada sentimen pasar dan bersandar pada kekuatan riset Anda pribadi, DYOR (do your own research). [triv]