Proyeksi Masa Depan ETH Setelah Tembus ATH
Mengulik kembali soal masa depan aset kripto Ether (ETH) sangatlah menarik, khususnya setelah tembus all time high (ATH). Jutaan ETH di deposit contract Ethereum 2.0 menjadi acuan soal “illiquid unit” yang bisa memperkecil tekanan jual di pasar.
Pada 20 Januari 2021 lalu, ETH resmi menembus ATH di kisaran US$1.439 (Rp20,2 juta). Capaian itu sangat penting, karena naik melebihi harga tertinggi sebelumnya, 13 Januari 2018 silam.
Secara teknikal, aset bernilai yang menembus ATH adalah penanda utama akan naik terus mencetak harga tertinggi berikutnya: history repeat itself.
Hal yang sama terjadi pada Bitcoin (BTC), setelah mencetak US$20.000 pada tahun 2020 lalu. Bahkan Chainlink (LINK) bernasib serupa belum lama ini, masuk di kisaran Rp314 ribu per LINK.
Khusus soal BTC yang sejak 8 Januari 2021 lalu mengalami tekanan kuat, masih tergolong sangat wajar, karena sebelumnya sudah masuk wilayah “overbought“. Soal indikasi awal itu sudah kami bahas di artikel ini.
Turunnya harga BTC alias koreksi akan mencetak harga tinggi lagi dalam beberapa bulan mendatang, sebab mustahil harga terus naik tegak lurus. Harus ada penyesuaian harga.
Rp700 Juta per BTC
Dengan harga BTC saat ini, target utama adalah US$50 ribu per BTC (Rp700 juta) yang mungkin bisa tercapai pada pertengahan Maret 2021. Proyeksi bullish ini berdasarkan model Grafik Cycle Repeat yang berasaskan model Stock-to-Flow.
Kenaikan harga BTC sebagai aset kript nomor wahid dari segi kapitalisasi pasar, juga menentukan sentimen trader dan investor terhadap aset kripto lain, khususnya ETH. Berikut beberapa faktor pendorongnya.
Pertama, laju ekonomi ETH kelak dijadikan sebagai patokan untuk produk Grayscale. Soal ini sudah diumumkan oleh pihak Grayscale sendiri. Nama produknya adalah Grayscale Ethereum Trust. Sederhananya, produk itu adalah aset kripto berupa saham.
Saham dibeli oleh investor bermodal besar, di mana harga saham berpatokan pada tren harga ETH di pasar spot. Grayscale sendiri akan mengakumulasi ETH dari pasar spot melalui mekanisme over the counter (OTC) di bursa aset kripto mereka, sebagaimana yang terjadi pada produk Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) sejak tahun 2013.
ETH yang dibeli oleh Grayscale itu semacam “jaminan” bagi investor bahwa “ETH saham” benar-benar bernilai untuk dibeli.
Kedua, terkait perkembangan Ethereum 2.0. Sejak 1 Desember 2020, fase pertama Ethereum 2.0 yang kelak menggunakan sistem Proof-of-Stake sudah meluncur secara lancar. Jumlah ETH yang di-stake di deposit contract-nya pun meningkat.
Hingga hari ini mencapai lebih dari 2,8 juta ETH. Aset kripto sebanyak itu kini bernilai lebih dari US$3,9 milyar atau setara dengan Rp54,8 triliun.
ETH yang di-staking itu adalah semacam “jaminan” oleh node validator blockchain Ethereum 2.0 untuk menjalankan fungsinya memverifikasi setiap transaksi.
Yang menarik adalah, setiap node validator belum diperkenankan mendapatkan reward (imbalan) per tahun dan tidak bisa menarik kembali ETH yang di-staking-nya (minimal 32 ETH) itu, hingga tahun 2022 atau 2023 mendatang.
Tahun itu adalah penanda perkiraaan bahwa sistem Proof-of-Stake sudah rampung sepenuhnya.
Dengan kata lain, lebih dari 2,8 juta ETH itu selayaknya jumlah ETH yang tertahan lama di sana. ETH sebanyak itu setara dengan 2,47 persen dari circulating supply Ether saat ini, yakni 114.394.409 ETH. Inilah yang memperkecil tekanan jual harga ETH di pasar global untuk beberapa tahun mendatang.
Kemungkinan sangat besar, bahwa jumlah ETH di deposit contract itu akan bertambah. Anda bisa memantaunya setiap saat ini di tautan ini dan ini.
Patut kami ingatkan pula, bahwa ketika Ethereum 2.0 rampung, maka kecepatan transaksi bisa ratusan kali lipat dari kecepatan transaksi saat ini, termasuk biaya kirim yang lebih murah.
Ini lagi adalah faktor besar meningkatnya bapresiasi terhadap nilai dan harga ETH di masa depan.
Ketiga, naiknya harga ETH dan apresiasi besar di sisi perkembangan Ethereum 2.0, praktis menambah daya tarik dan nilai sektor DeFi.
Di sini, aset kripto Chainlink (LINK), menjadi salah satu penentu utama. Pasalnya protokol oracle oleh Chainlink adalah yang lebih berdaya guna saat ini. Mereka juga sebagai penyedia data bagi banyak proyek DeFi yang notabene berbasis Ethereum 2.0.
DefiPulse mencatat, Total Value Locked (TVL) DeFi saat ini mencapai US$26,53 milyar, di mana Maker masih mendominasi lebih dari 18 persen. Patut diingat, bahwa setiap transaksi di DeFi menggunakan aset kripto ETH melalui gas fee.
Keempat, yang ini mulai marak, yakni tumbuhnya perusahaan penyedia jasa staking ETH.
Di atas kami singgung soal fungsi staking ini, untuk memvalidasi transaksi. Setiap node validator (staker) wajib menyetorkan minimal 32 ETH.
Nah, masalahnya tidak semua sanggup menyediakan ETH sebanyak itu demi mendapatkan imbalan persen secara tahunan.
Solusinya adalah, misalnya Anda hanya memiliki 1 ETH, Anda bisa bergabung di layanan itu bersama pihak lainnya sebagai node validator. Ini ibarat mining pool pada blockchain yang bersistem Proof-of-Work.
Dengan cara itu, Anda juga tak repot-repot menyewa dan men-setting komputer cloud, memastikan stabilnya akses Internet serta mengawasi beragam aspek yang cukup rumit.
Jadi, peningkatan layanan semacam itu bisa Anda jadikan sebagai indikator penting, bahwa semakin besarnya apresiasi terhadap nilai ETH itu sendiri, termasuk 3 faktor lainnya di atas. []